Meine

My life, My adventure, My story..

Pages

Kelola Hutan untuk Masa Depan


Kondisi hutan di Indonesia sangat memperhatinkan. Meskipun menjadi negara dengan hutan tropis terbesar ketiga di dunia, Indonesia memiliki laju deforestasi yang tinggi. Menurut catatan dari Forest Watch Indonesia (FWI), laju deforestasi hutan di Indonesia dalam periode 2009-2013 mencapai 1,13 juta hektar per tahun. Berikut hasil wawancara reporter identitas, Fransiska Sabu Wolor bersama E.G Togu Manurung PhD selaku  pemateri dari FWI dalam bedah buku “Potret Keadaan Hutan Indonesia  Periode 2009-2013” yang diadakan di Aula Fakultas Kehutanan, Kamis (12/2).

1.    Dalam buku potret keadaan hutan Indonesia periode 2009-2013 dibahas bahwa adanya pengelolaan hutan yang kurang baik. Sebenarnya, bagaimana tata kelola hutan saat ini?
Jawab : Saat ini dalam pengelolaan hutan tidak terjadi yang dinamakan  forest government. Memang di Indonesia ini sudah lama terjadi hal ini. Terlihat dari Sumber Daya Hutan di Indonesia yang hancur lebur dan sangat rusak dengan laju deforestrasi pernah mencapai kedua tertinggi di dunia, lebih dari 2 juta hektar per tahun setara dengan 6 kali keliling lapangan sepak bola. Melalui buku potret keadaan hutan Indonesia hingga tahun 2013, FWI mengamati laju penutupan hutan dan didapatkan laju deforestasi mencapai 1,13 juta hektar per tahun. Ini masih sangat tinggi sekali, lebih dari 3 kali keliling lapangan sepak bola per menit, kita kehilangan hutan.


2.    Berbicara keterlibatan dalam tata kelola hutan yang baik, sebaiknya siapa saja yang harus berperan serta ?
Jawab : Yah, semua pihak. Terlebih dari pihak pemerintah melalui Kementrian Kehutanan yang sekarang berubah menjadi Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk secara sadar membangun database yang baik, transparan dan semua kegiatan dibuatkan perencanaan laporann yang terbuka kepada publik terutama mengenai anggaran. Keterlibatan masyarakat juga penting.

3.    Pemerintah telah mencanangkan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dalam praktek tata kelola hutan, apakah cara ini belum maksimal dalam mengelola hutan Indonesia? Bagaimana tanggapan Anda?
Jawab : Jadi KPH memang penting. Sesungguhnya inilah kesalahan fatal yang sudah terjadi berpuluhan tahun ini. Kita sudah mulai kegiatan operasi lobi Hak Penguasaan Hutan (HPH) pada akhir tahun 1960-an tanpa mempunyai KPH. Seharusnya ada KPH dulu baru bisa melakukan HPH, namun baru sekarang KPH dimulai. Program ini sangat  penting sebagai basis dalam pengelolaan hutan. Hanya,  permasalahannya kembali klasik yaitu untuk setiap KPH selalu terjadi permasalahan under budgeting dan under stating. Jadi budget yang disediakan untuk KPH itu sangat kecil dan 80% di antaranya  itu digunakan untuk membayar gaji pegawai, biaya pemeliharaan dan untuk biaya operasional dan perencanaan itu hanya 20%. Juga ada understafing dimana Sumber Daya Manusia (SDM) yang selalu sedikit. Jika pemerintah serius, budget harus diperbanyak dan SDM, alumni kehutanan dengan kualitas A-Z harus ditambah. Jadi, yang bekerja di kantor pusat ataupun provinsi ditarik ke KPH. Masalah selanjutnya bagaimana kejelasan kewenangan di pusat dan daerah. Dengan diberlakukannya UU No 23 tahun 2014 kewenangan di kabupaten semuanya diserahkan ke pusat. Sementara  hutannya kan berada di kabupaten. Ini semua butuh penyelesaian masalah yang komperensif.

4.    Menurut Anda, idealnya bagaimana tata kelola hutan yang baik? Melihat KPH yang dicanangkan pemerintah juga belum maksimal hasilnya.
Jawab : Tata kelola hutan yang baik itu butuh tiga hal utama yakni transparansi data dan informasi mengenai hutan dan kehutanan, disini sangat diperlukan data yang baik, dapat dipercaya, akurat dan terkini. Jadi, tata kelola hutan yang baik membutuhkan data dan informasi yang akurat dan dapat dipercaya. Yang penting kedua dalam tata kelola hutan itu ialah akuntabilitas. Jadi dalam mengerjakan sesuatu ada pertanggungjawaban termasuk dalam hal pengunaan dana APBN secara baik dan tidak dikorupsi. Terakhir ialah antisipasi publik, bagaimana publik diikutsertakan dalam segala proses baik dalam perencanaan sampai kepada pengambilan keputusan. Jadi data dan informasi ini harus dibuat transparan kepada public dan semua stake  holder kehutanan dapat mengakses ini dengan mudah. Sehingga semua stake holder, para pemangku kepentingan kehutanan mampu mengontrol penggunaan sumber daya hutan Indonesia. Sejarah mencatat bahwa sampai sekarang, kerusakan hutan di Indonesia, deforestasi hutan yang sedemikian parah inni karena sistem politik Indonesia yang korup.  Korupsi adalah akar permasalahannya, yang menganggap bahwa Sumber Daya Hutan ini ialah kekayaan yang dapat dikeruk untuk kepentingan golongan, pribadi dan kelompok. Inilah salah satunya yang harus dibenahi dan dikoreksi.
  
5.    Jika tata kelola hutan Indonesia tidak semakin membaik, bagaimana kekhawatiran dari FWI ?
Jawab : Jadi itu yang diharapkan bagaimana pemerintah di Indonesia mewujudnyatakan tata kelola hutan yang baik. Dasarnya kan tata kelola  hutan lestari. Jika tata kelola tidak baik, makin hancur lebur sumber daya hutan di Indonesia ini.

6.    Bagaimana Anda melihat setelah tiga edisi diterbitkan buku mengenai tata kelola hutan di Indonesia. Apakah telah ada perubahan terhadap kondisi hutan kita sendiri ?
Jawab : Faktanya kalau menurut saya ada perubahan tapi belum signifikan seperti yang diharapkan. Jadi memang harus terus diupayakan. Bukan maksud FWI untuk mengubah, itu bukan tujuan kami. Namun, dengan menyajikan data kami untuk memberitahu kepada masyarakat, public dan pemerintah untuk serius memperhatikan tata kelola hutan di Indonesia.

7.    Berada di kalangan akademisi kampus membawakan bedah buku, Bagaimana sebenarnya  harapan Anda terhadap kalangan mahasiswa dalam tata kelola hutan Indonesia ?
Jawab : Yah, kalau mahasiswa sangat penting untuk aktif mencari data dan informasi mengenai hutan dan kehutanan di Indonesia. Coba lihat berbagai data yag didapat dari pemerintah dari FWI, coba bandingkan mengapa berbeda. Lalu, berpikir kritis mengapa demikian. Saya beri tantangan tadi dalam bedah buku untuk buat buku potret keadaan hutan di Sulawesi Selatan, yang saya maksud ialah kondisi penutupan lahannya saja. Dari sini aka ada proses mencari data, kritis dalam berpikir. Sehingga mahasiswa semakin peduli. 



0 comments:

Post a Comment