Meine

My life, My adventure, My story..

Pages

Memecah Mitos Suku Tobalo

                                                                                             
            Kegiatan ini saya ikuti bersama 26 kawan yang memiliki hobi sama. Kami tidak berasal dari satu tempat, ada yang memang sudah memiliki dasar ilmu Kehutanan dan ada yang hanya berbekal ilmu pencinta alam. Bosan hidup dengan rutinitas kota, kami menepi sejenak menjelajah alam dan melihat kehidupan di rimba.
            Melalui kegiatan Wisata Rimba (WISRIM) ke sepuluh yang diadakan oleh Pandu Alam Lingkungan (P.A.L) Badan Eksekutif Keluarga Mahasiswa Kehutanan Sylva Indonesia (PC.) Unhas, kami menjelajahi kawasan karst Maros-Pangkep-Barru.
Di sini kami belajar tentang cara hidup alam serta sosial budaya penduduk lokal. Selama 6 hari bersatu dengan rimba, yakni Kamis-Selasa (14-19/8) kami menyusuri alam dan bersosialisasi dengan masyarakat setempat.
Tepatnya ketika berada di Dusun Labaka Desa Bulo-Bulo Kecamatan Pujananting Kabupaten Barru pada tanggal (18/8) kami mengunjungi salah satu suku yang dikenal dengan nama Tobalo.
Eksis dalam tracking
            Tobalo ini memiliki arti orang belang. Berdasarkan histori yang berkembang, keberadaan suku Tobalo ini tidak lepas dari mitos-mitos. Ada dua mitos yang berkembang di masyarakat. Mitos pertama, menyebutkan bahwa asal mula suku Tobalo ini ialah alkisah di suatu tempat ada sepasang suami dan istri yang belum memiliki anak, kemudian sang istri bertemu dengan kuda yang memiliki kulit belang, lalu secara spontan ia berdoa kepada Tuhan dikarunikan seorang anak meskipun kulitnya belang seperti kuda. Selain itu, mitos kedua mengenai suku Tobalo ini ialah adanya seorang lelaki yang memiliki kulit belang yang suka menganggu istri orang. Suatu ketika, suami dari sang istri ini pergi berkerja di sawahnya kemudian sang lelaki belang datang menganggu istri dari suami yang ke sawah ini. Alhasil, sang suami datang lalu marah dan menuduh istrinya. Istrinya pun akhirnya bersumpah jika memang saya selingkuh maka anak saya nanti akan berkulit belang sama seperti lelaki itu.
Namun, keberadaan suku Tobalo ini sebenarnya dikarenakan faktor gen, karena ketika orang Tobalo menikah dengan manusia dengan kuliat biasa, anaknya tidak Tobalo.
Kala itu, sekira pukul 16.00 WITA, saya bersama 10 orang lain datang berkunjung ke rumah suku Tobalo. Kami ditemani oleh kepala Desa. Di sini saya menemuk

an penampakan bahwa orang Tobalo ini merasa terasingkan. Saat anak dari keluarga Tobalo ini melihat ada yang datang ke rumahnya, ia langsung menutup jendela dan pintunya lalu lari bersembunyi di dalam rumah. Alhasil, kedatangan kami disambut hanya oleh Ibu dari suku Tobalo ini. Namun, berkat pembicaraan antara kepala desa dan sang ibu akhirnya anak Tobalo juga ikut berinteraksi.
Keluarga tobalo bersama peserta WISRIM 
Orang belang ini sebenarnya bukan suku lagi karena sekarang hanya ada 5 orang dalam satu keluarganya. Kelimanya terdiri dari ayah, ibu dan 3 orang anak yaitu Nurlaela, Sutrisna, dan Sopyan. Namun, yang kami temui ketika berkunjung hanyalah sang ibu dan kedua orang anaknya Nurlaela dan Sopyan. Ayah dari keluarga ini kala itu pergi bekerja memanen cengkeh di Palopo bersama kepala keluarga lainnya yang berada di desa itu. Sedangkan, anaknya Sutrisna telah berkeluarga dan sekarang tinggal di Mamuju bersama suaminya.  
Suatu pandangan berbeda saya temukan ketika berbincang bersama kedua anak Tobalo ini, Nurlaela yang duduk di kelas V SD sering merasa minder karena sering dicela kulitnya oleh teman-temannya. Anak ini ketika diajak bercakap agak takut, ia selalu melihat sinis kepada semua orang. Berbeda dengan Sopyan yang belum bersekolah, dirinya lebih sedikit terbuka jika diajak berinteraksi.
Keterasingan dari anak-anak Tobalo ini juga terlihat dari jarangnya bergaul di luar rumah. Mereka lebih sering berdiam diri di dalam rumah dan membuat gambar-gambar di dinding. Gambar antar dua orang bercakap dan beberapa gambar abstrak lainnya.
Namun, ada kejanggalan tersendiri yang saya temui dalam kunjungan kali ini. Warga sekitar menjadikan orang Tobalo ini sebagai objek wisata. Sehingga ketika berkunjung, suku ini juga terbiasa diberikan imbalan entah berupa materi ataupun sandang pangan. Sehingga, ini juga menjadi sumber penghasilan bagi orang Tobalo.
Hal ini juga kami lakukan ketika datang berkunjung, membawa bekalan materi dan bahan makanan untuk keluarga Tobalo. Bahkan, saya melihat bahwa anak Tobalo juga dipaksa berfoto bersama demi mendapat imbalan uang nantinya. Pernah terungkap dari mulut sang ibu “Ayo cepat foto, kalau tidak mau sebentar tidak dapat bagian,”
Selain itu, orang Tobalo ini sangat sensitif terhadap apapun. Sebisa mungkin jangan tertawa keras jika berkumpul bersama orang Tobalo karena mereka akan merasa bahwa ia ditertawai. Jangan sekali-kali juga mengucapkan kata Tobalo  jika berkunjung. Sebaiknya sapa saja mereka dengan sebutan bapak ataupun ibu.  
Mengenal orang Tobalo ini mengubah pandangan kami. Awalnya kami berpandangan suku ini terasingkan, menutup diri dan sangat sensitif. Padahal, mereka juga mampu diajak berkomunikasi dengan baik. Dilihat dari mata pencahariannya, orang Tobalo ini juga bersawah sama seperti keluarga lainnya di desa itu.
Tak hanya mengunjungi suku Tobalo, kegiatan menjelajah alam kami juga melakukan aksi sosial lainnya. Ada pelatihan pembuatan pupuk kompos dilakukan oleh senior saya Rezkiyanto Manggala dan Nur Zaman. Kala itu warga terlihat bersemangat sekali, namun karena hanya sedikit kemampuan bahasa Indonesia yang dimiliki warga setempat alkisah pelatihan ini diterjemahkan dalam bahasa Bugis.
Selain itu, antusiasme warga dalam menyambut kami juga terlihat dalam partisipasi penanaman beberapa jenis pohon di lahan warga dan pembagian bibit. Sekira, 100 bibit yang terdiri dari bibit ki hujan, sengon, jati putih, mahoni dan rambutan ludes diangkut warga untuk ditanam di lahannya masing-masing.
Inilah kisah berwisata di rimba, mengintip masuk kehidupan masyarakat pedesaan, sesaat bersatu dengan alam agar mampu mendengar jeritannya dan saat kembali pulang ku tuliskan kisahnya, agar dunia tau alam yang hijau beserta isinya ini tidak sedang baik saja.
 
Fransiska Sabu Wolor

Damai Natal-ku

Natal tahun ini sama seperti tahun-tahun lainnya dirayakan di rumah saja. Bersama keluarga (Bapak, Mama, Abang Aron), namun kurang kaka Erik. Kini kaka Erik sesuai tuntutan pekerjaannya harus natalan di Sorong bersama teman-temannya. Sedih rasanya, biasanya natal nyanyi bareng sama kaka, walau entah nada di pungut di mana ke mana. Intinya memuji Tuhan, entahlah mungkin Tuhan terganggu dengan kebisingan suara kami yang tak jelas nadanya. Keikhlasan hatilah yang mennjadi landasan menyanyi bagiku. Hehe

Selain tanpa kaka Erik, natal kini ku rayakan bersama keluarga kecil-ku, identitas begitulah sapaan akrabnya. Beberapa kakak senior, adik magang dan teman-teman kru datang mengunjungi kediaman kedua orang tuaku. Senangnya hati ketika toleransi beragama sesama kami masih rukun adanya. Akhirnya semua santapan buatan mama lahap oleh tamu undangan. 

Terima kasih keluarga kecil-ku, Damai natal bersama kita semua. 
Karena perbedaan itu indah dan kita di dalamnya maka tetaplah satu :)  

Keluarga kecil, bapak dan mama keep eksiss yooo :)

Tanam Pohon Hanya Seremoni


     Kini penanaman pohon marak terjadi di mana-mana. Tak hanya oleh kalangan Pencinta Alam (PA) atau pemerhati lingkungan saja. Sekarang semua kalangan mulai dari pelajar, pekerja kantoran, pemerintah atau yang lainnya mulai gemar menanam pohon.  Penanaman ini tidak salah malah baik adanya jika melihat makin banyak manusia yang sadar dengan keadaan bumi yang tak sedang baik saja.
        Penanaman juga mulai diadakan di berbagai tempat, kalau dari kalangan PA dan pemerhati lingkungan kebiasaan menanam pohon diadakan di tempat yang memang gundul atau lahan kritis yang memang membutuhkan pohon. Sedangkan di kalangan lainnya kebanyakan melakukan penanaman di sekkitar area lingkungannya baik sekolah ataupun kantor.
            Namun, kali ini saya memandang dari sudut yang berbeda. Penanaman pohon hanya dilakukan saat pergelaran suatu acara saja. Hal ini memang wajar, seperti yang diungkapkan oleh Dekan Fakultas Kehutanan, Prof Dr Ir Muh Restu, MP “Menanam pohon memang harus ada ceremony nya kan?” ujarnya saat saya wawancarai lewat telepon, Kamis (6/11). Tapi, begitu tegakah kalian menyianyiakan bibit pohon hanya untuk diberi label “Peduli akan Alam” ?
            Tak lama, pengelihatan saya tertuju pada banyaknya pohon yang mati sia-sia di atas tangan orang yang tidak bertanggung jawab. Tugas kita itu bukan hanya menanam lalu pergi. Kita semestinya merawatnya juga. Jangan hanya ikut-ikutan memasukkan agenda penanaman pohon dalam setiap acara seremoni, lalu sudah setelah acara berakhir dan selamat tinggal pohon. Lalu, ketika menanam, kita hanya berfoto kemudian dimasukkan ke dalam social media agar dipuji bahwa memang peduli lingkungan, dsb. Tak perlu banyak kegiatan Go Green lah, Satu orang tanam satu pohon lah, penanaman 1000 pohon lah dsb jika tak mau merawatnya
            Berdasarkan hasil pengamatan saya, di kampus tercinta kita saja Universitas Hasanuddin yang meski sudah banyak pohon menghiasi kampus saja masih tak paham tentang penanaman. Di sini masih saja diadakan penanaman yang kesannya ‘ikut-ikutan’ataupun ‘ingin dipuji’. Saya yakin birokrat paham bahwa sekarang bukan musim tanam karena tak ada hujan. Jelas paham, terlebih salah seorang yang berpartisipasi ialah ahli tanam pohon di disiplin ilmu kami. Nah lalu mengapa marak diadakan penanaman pohon saat ada kegiatan dies natalis entah universitas ataupun fakultas ? Hanya karena momen seremoninya dapat ?
Lah, ketika ditanya mengapa pohon semuanya mati. Malah menyalahkan iklim, malah salahkan air. Hal ini saya dengar dari ungkapan Kepala Sub Bagian Perlengkapan Universitas Hasanuddin, Morex Rohim. “Sekarang kan bukan musim hujan dek, wajar saja pohonnya mati. Kan tidak ada air,” ujarnya saat diwawancarai di ruangannya, Kamis (6/11).
Lantas, mengapa tak saat musim hujan saja kau menanam wahai birokrat ? Kau pajang besar namamu di samping pohon dan bangga telah menanam ? Padahal tanamanmu mati. Tak sadarkah kau banyak bibit kau buang hanya untuk pajang namamu? Apa ini agar kau dipuji semua orang yang membaca namamu?

Sungguh, jangan bawa pohonku dalam kepentingan nama besar, jabatan dan keegoisanmu manusia !!!   
                                                                  


            

Inilah Kemerdekaan !!!

Kali ini, Indonesia ku kembali bertambah usia lagi. 69 tahun ini merupakan usia yang sudah lanjut bagi manusia pada umumnya. Begitu juga dengan Negaraku, rupanya ia sudah lanjut. Adakah ia lelah menjalani hari-harinya ? Ataukah merindukan masa mudanya ?

17 Agustus 2014. Tahun ini rasa syukur ku akan kemerdekaan yang diperjuangkan para penjajah berhasil tergambar melalui upacara kemerdekaan. Berbeda dengan sebelumnya ketika masih duduk di bangku sekolah, upacara di lapangan menjadi agenda utama. Namun kini, begitu mengharukan lagu Indonesia Raya ku nyanyikan di tegalan camp ke tiga Wisata Rimba X yang terletak di Pangkep.
Sungguh berbeda, nuansa lebih dekat alamnya membuatkan hanya satu asa yang ku titip di tengah letihnya negara ini. Tolong jagalah selalu alam negara ini, agar di usia tuanya ia tetap tersenyum lestari :) 

Ini cuplikan upacaranya.. 
Maringok (Mari kita tengok) :D




Bertanggung Jawablah Pada Sampahmu !


Gambar ini saya ambil di tribunnews.com
Ini bukan penampakan aslinya di tempat saya, Lapangan Bola Bitoa Perumnas Antang
 Namun, kurang lebih sama kejadiaannya.

Inilah salah satu penampakan yang selalu berulang tiap tahunnya. Sampah yang berserakan seusai shalat Idul Fitri berjamaah . Entah dari tahun berapa mulai, yang jelas tahun ini masih saja ada. Semoga hanya di tempatku saja ini masih terjadi, di belahan Indonesia ataupun negara lainnya penampakan ini tak ada lagi. 

Sampah yang berserakan ini dalam bentuk koran, selebaran koran untuk setiap orang sebagai alas yang digunakan ketika shalat. Bisa dibayangkan kan berapa banyak koran yang dijadikan alas jika orang-orang  melakukan ibadah di sebuah lapangan bola ? Yah, ratusan lembar koranlah yang ada. 
Namun, ketika ibadah berjamaah di lapangan ini selesai pada ke mana pemilik alas ini ? Yah, salam-salam saling meminta maaf pasti jadi agenda utama. Ini bagus untuk kembali mempererat tali silaturahmi antar sesama.Tapi, tak adakah yang merasa bersalah dengan bumi, alam, lingkungan jika meninggalkan alas itu tetap rapi di sana ?

Saya tak boleh mengeneralisasikan bahwa semua meninggalkan, mungkin ada beberapa yang dengan kesadarannya membawa pulang koran ini dan diletakkan dengan baik di tempat sampah. Ini baik bagiku, namun banyak orang yang mungkin sengaja cuek dengan perkara sampah ini. Sempat ku cari jawab di benakku tentang psikologi orang-orang ini, saya rasa mereka mungkin memandang ini sebagai bentuk amal baik mereka kepada petugas kebersihan karena telah memunggut apa yang mereka tinggalkan. Yah, ini jelas bagus jika kita membagi-bagi rejeki kalau memang sampah ini dibersihkan petugas kebersihan. Lah kalau tidak bagaimana ?????????

Sampah yang semulanya masih di lapangan kemudian tertiup angin lalu mulai terbang ke mana-mana. Sampai berserakan di jalan, di got-got. Kini jalanan jadi habitat bagi koran bekas, dan para pengguna jalan masih biasa-biasa saja melihat hal ini hingga terus berulang tiap tahun? Mungkin ada yang turut prihatin padahal dirinya juga pelaku penelantaran sampah, atau juga ada yang mengutuk jalanan kotor bahkan macet karena sampah.

Miris satu kata yang tersirat di benakku saat ini, sepuluh tahun tinggal di tempat ini dan berulang-ulang terus kejadiaannya ? Pemerintah mulai dari camat, walikota, gubernur, bahkan presiden silih berganti namun mengapa penampakan satu ini tak kunjung berkurang ? Apa yang salah dari negaraku ini ?

Hal ini sebenarnya tak hanya terjadi ketika shalat berjamaah saja. Dalam beberapa kegiatan juga ini terjadi. Di kampus misalnya setelah acara entah seminar, wisuda, pelantikan birokrat ataupun lembaga mahasiswa penelantaran sampah juga ada dan mahasiswa masih tenang saja berjalan entah tak terjadi apa-apa ? 

Saya kini mulai menemukan jawaban mengapa lingkungan kita makin rusak. Persoalan koran bekas satu lembar saja tak kita pedulikan. Percuma kita bicara teori-teori pemanasan global, efek rumah kaca, deforestasi hutan, perdagangan karbon serta berbagai isu-isu lingkungan yang masih saya dalami. Percuma tiap hari ikut mengkritik, ikut acara penghijauan lah penanaman lah biar dilihat peduli bumi peduli lingkungan. Tak usah menyuarakan save our earth dsb, jika masalah ini masih saja belum membuatmu sadar. Karena dari hal kecil yakni bertanggung jawab atas koran bekas yang kita gunakan beribadahlah yang membuat hal besar di atas dapat terwujud. Mengutip peribahasa "kecil teranja-anja besar terbawa-bawa" kecil saja sudah menelatarkan sampah gimana besarnya? Bakar saja bumi sekalian.
Tulisan ini saya buat bukan untuk menggurui akan pentingnya lingkungan. Saya hanyalah orang yang masih awam tentang ilmu lingkungan. Saya hanya peduli kepada bumi yang masih setia menyediakan oksigen untuk kehidupan manusia. Kepedulian ini saya wujudkan dari hal-hal kecil seperti membiasakan diri bertanggung jawab akan sampah. 

Saya harap ini mampu membuat orang-orang mengubah pandangannya tentang kebersihan. Mari rawat alam kita, jaga lingkungan demi bumi yang sehat :)


"Karena bahagia itu sederhana, cukup manusia dan alam saling menjaga karena karunia Tuhan"

Salam untuk bumiku :)




Cerita Mini : Jangan Tanya Mengapa Aku Berbeda

No editing, masih tulisan asli...

*Jangan tanya mengapa, baca dan pahami!*
 
            “Bunda, saya tidak mau ada siswa bodoh dapat nilai bagus. Kalau pemimpinnya orang bodoh, nanti Indonesia bisa roboh,” kalimat ini diungkapkan seorang siswa SD yang kala itu sedang menghadapi Ujian Nasional.
         Ingatkah ketika tahun 2011 kasus Muhammad Abrary Pulungan siswa SDN 06 Petang Pesanggrahan, Jakarta Selatan ? Kasus yang terkuak saat Abrar diminta berjanji memberi contekan jawaban kepada teman-temannya saat Ujian Nasional (UN). Bahkan sampai gurunya memaksa ada hitam di atas putih dan tak boleh diberi tau orang tua.
            Merasa tak sepemikiran dengan sistem di atas, Abrar memberontak dengan memberi tau ibunya hingga mereka sama-sama perjuangkan kejujuran dengan memprotes di sekolah, melapor di kepolisian, hingga meminta perlindungan di KOMNAS anak.
            Perjuangan berat dialami ibu dan anak ini, banyak tempat mereka mengadu tak mendapat respon yang berarti. Kejujuran yang diperjuangkan tak ditanggapi, hingga kisah ini hanya mampu menjadi inspirasi lewat film dokumenter “Temani Aku Bunda”.
            Awal mendengar kisah ini, saat itu saya merefleksi ke dalam kondisi yang sama. Harus melewati Ujian Nasional Sekolah Menengah Atas (SMA) agar berubah status dari siswa menjadi mahasiswa. Pergolakan hebat terjadi hingga saya mengubah pandangan bahwa nilai bukan segalanya.
            Hal ini muncul karena nilai UN mata pelajaran Fisika saya saat itu hampir membuatku tak lulus jika tidak dijumlah dengan nilai rapor. Kecewa menjadi rasa terbesar, terlebih karena ibu dan kakakku sampai marah sejadinya. Namun, rasa bangga terselip kala itu, saya tau sistem pendidikan telah saya lawan seperti usaha Abrar hingga tak terperosok masuk dalam pesonanya.
            Kesimpulannya kini sebagai modalku menjalani kuliah. Keluar dari zona nyaman untuk melihat begitu luasnya dunia di depan ketika sudah kerja. Namun, ini tak semudah yang dibayangkan. Kebanyakan orang, termasuk keluargaku kecuali bapak semuanya menilai kualitas seorang hanya melalui nilai-nilai yang tertera di rapor ketika SMA ataupun IP ketika kuliah.
            Sama halnya dengan SMA, ketika kuliah saya juga pernah mendapat IP di bawah. Ini membuat saya tidak tenang bernafas, terlebih karena omelan terdengar mengiang-ngiang di telinga. Berontakan hebat saya keluarkan. Mengapa ? Karena saya tau saya lawan sistem ini dan belum ada yang mengerti. Hingga saya untuk kedua kalinya disadarkan Tuhan nilai bukan segalanya. 
            Banyak orang menyalahkan karena status ‘kura-kura’ di kampus yang ku sandang maka IP ku menurun. Oh iya, julukan ‘kura-kura’ hanya disemayamkan untuk mahasiswa dengan aktivitas yang terpaut antara kuliah dan rapat. Mahasiswa seperti ini tak ingin hanya menjadi mahasiswa robot yang tiap hari harus menghapal ini itu untuk masa depan kata orang-orang. Sehingga ia memilih aktif di organisasi yang membuatnya tak jarang pulang malam bahkan harus nginap di kampus karena rapat. Rapat yang isinya tak hanya memikirkan dirinya saja namun banyak jiwa.
            Kejadian di atas tak membuatku jera, saya tetap memilih menjadi berbeda. Tetap mengandalkan kekuatan ‘kura-kura’ kampus dalam melawan sistem yang ada. Dengan rutinitas yang dikatakan sibuk oleh temanku, saya mencoba ajak mereka melawan sistem ini.
            Bagiku, apapun yang ku pikirkan apa yang ku ketahui yah itulah yang layak tertulis di lembar evaluasi. Bukan pemikiran orang apalagi kutipan indah penulis buku. Bagai peribahasa “kecil teranja-anja besar terbawa-bawa.” Kebohongan kecil yang dimulai dari tak jujur terhadap masa depan sendiri akan berbuah kepada kebohongan yang juga menjulur kepada masa depan pasangan hidup, masa depan keluarga, masa depan kedaerahan, bahkan sampai masa depan negara.
            Saya ingin siapa saja jangan pernah meremehkan orang yang terlihat kecil di matamu hanya karena nilai yang diberikan sang pendidik kepadanya. Jangan jauhi orang yang ingin jujur itu, jangan dekati dia hanya karena butuh otaknya. Jangan pernah lakukan itu, hidup hanya sekali nilai bukan segalanya.
            Saya juga ingin negaraku tidak menekan sang generasi pejuang dengan orientasi nilai untuk masa depannya melainkan orientasi skill. Jangan tanyakan mengapa aku berbeda karena kalian harus sadar, kejujuran segalanya dan Negara tak boleh dipimpin oleh orang bodoh jika tak ingin bobrok. 



I hope someday, Indonesia akan berubah..
Jangan sampai banyak anak merasa dikucilkan karena perbedaan :) 

 
Senyumku untuk perubahan yang lebih baik :)

Jejak Pertama, 2830 mdpl

Mendaki gunung merupakan salah satu impianku yang terajut sejak kecil. Namun riak-riaknya muncul ketika duduk di bangku SMA saat kegiatan ini menjadi tren di kalangan teman-teman saat itu. Kala itu masih terngiang di kepala, seusai Ujian Nasional (UN), saya dan beberapa teman yang lebih dulu mempunyai status pencinta alam berniat untuk melakukan pendakian bersama di Lembah Ramma'. Sedihnya rencana besar ini dulu tak sempat terajut karena ada kecelakan kecil. Di saat ingin latihan fisik lewat jogging kecelakan malah menimpaku dan seorang teman. Alhasil, kakiku jadi cedera tergores luka dan tak memungkinkan ikut mendaki karena berjalan pun susah. Hanya menangis sejadinya yang bisa ku lakukan ketika itu. Tapi, teman-teman ku tetap berangkat ke sana ketika hari ditentukan itu.. Hmmm, sakitnya itu bukan cuma di kaki, di hati juga coy hiksssssssss ;(
Hingga, impian itu masih terbungkus rapi sampai saya mengenal bangku kuliah, kehutanan, Pandu Alam Lingkungan (P.A.L) dan Gladimula 20. 


Pandu Alam Lingkungan, organisasi yang bergelut di bidang kepencitaalaman dan kepetualangan dalam Fakultas Kehutanan Unhas. Yah, ini menjadi salah satu organisasiku. Bergabung bersama dua orang saudaraku Asdar dan Riska dalam Gladimula 20 (nama angkatan kami di P.A.L). Di sini, impian mendaki gunung itu terwujud. Namun, sekarang berubah filosofi. Saya merefleksi kembali bahwa diriku di masa SMA itu hanya ingin menjadi seorang pendaki gunung saja, namun sekarang saya adalah seorang pencinta alam. Bedanya ialah, pencinta alam itu berpikir bahwa ia mendaki itu untuk mendekatkan diri kepada pencipta-Nya melalui alam ciptaan-Nya. Pandangan ini berbeda dengan pendaki gunung saja, sang pendaki itu beranggapan bahwa puncak adalah tujuan utama. Namun, bagiku seorang pencinta alam ini bukan masalah sampai di puncak atau tak tapi ini persoalan bagaimana kita kembali dengan selamat dari pendakian lalu berkumpul bersama orang-orang yang dicintai. Ketika berkumpul inilah momennya, menceritakan betapa dahsyat ciptaan Tuhan yang harus kita jaga bersama.  

Status pencinta alam itu membawaku meninggalkan jejak pertama di Gunung Bawakaraeng. Gunung yang terletak di Kecamatan Tinggimoncong ini ku daki bersama kedua saudaraku Gladimula 20, 21 warga P.A.L, dan 11 orang teman simpatisan. Di sini, kami belajar bersama harus ada pengorbanan capek jatuh bangun selama mendaki, namun di balik itu Tuhan menyediakan alam yang indah dengan sejuta ilmu di dalamnya. 
Di sini, di tempat pendakian ini watak seseorang sesungguhnya dapat di lihat, yang mana pantang menyerah, suka mengeluh, cengeng, pemarah dsb semua ada. Namun, ini tak menjadi kekurangan. Kami bersama terus melangkah hingga sampai di puncak nan indah itu. 2830 meter di atas permukaan laut ini, sungguh luar biasa. Alam yang begitu indah, dengan samudera di atas awannya yang khas beda dengan gunung lainnya. 
Terima kasih Tuhan telah sediakan alam yang indah untuk kami kelola.. :) 
Aku bangga jadi pencinta alam...
Salam, 2830 mdpl ! 
Awan-awan keren itu.... :)














 Gladimula 20 in 2830 mdpl.... Puncak guysssssss \m/
Here we are!!!
 Peserta Pendakian Bersama 
Gladi Lanjutan Gladimula 20


Ngeksis coy....... 

#Saya #bendera #P.A.L #triagulasi #2830mdpl #puncak 
Big thanks Jesus Christ♥
Di manakah jejak selanjutnya ?
Di manapun itu, tetaplah jaga alam ciptaan Tuhan :)

Mahasiswa Baru? Pilih dirimu !!



 *Tulisan ini akan terbit di koran Identitas dengan perubahan, ini aslinya ! 
Selamat membaca, renungkan di mana posisimu :)
Selamat datang para generasi muda, sang revolusioner di kampus merah. Hadir sebagai mahasiswa baru yang lolos seleksi di Universitas Hasanuddin pasti terselip rasa bangga. Perjuangan dan penantian itu kini terbayar dengan telah berubahnya status dari siswa menjadi seorang mahasiswa.
            Angan melayang dengan sejuta impian. Saya ingin jadi lulusan terbaik, saya ingin dapat beasiswa ini, saya ingin ikut lomba ke luar negeri, saya ingin masuk organisasi ini ataupun saya ingin menjadi mahasiswa biasa saja.
            Ketika menjadi mahasiswa, segala keputusan itu kita pilih sendiri dengan konsekuensinya masing-masing. Ini membuat mahasiswa kini digolong-golongkan. Seringkah kalian mendengar kata “Kupu-Kupu”, “Kura-Kura” dan “Kunang-Kunang” ?
            Kupu-Kupu ialah istilah yang dinobatkan untuk mahasiswa yang hidupnya  kuliah-pulang kuliah-pulang. Mahasiswa seperti ini ialah tipe mahasiswa yang pagi hari bangun lalu berangkat kuliah tepat waktu, pulang kuliah juga tepat waktu. Lalu, hanya berada di kamar indekosnya mengerjakan tugas kuliah malam harinya. Ibarat katak dalam tempurung.
            Berbeda dengan “Kupu-Kupu” ada juga tipe mahasiswa yang dijuluki “Kunang-Kunang”. Mahasiswa seperti ini kerjaannya hanya Kuliah dan Nangkring. Sepulang dari kampus, nangkring entah di mall, di cafe bersama teman-temannya.
            Lain halnya dengan mahasiswa “Kura-Kura”, mahasiswa seperti ini pergi kuliah lalu pulangnya ikut rapat. Tipe mahasiswa ini ialah aktif di organisasi kemahasiswaan. Jadi, ketika pulang kuliah tak langsung ke kamar indekosnya.
            Berbicara organisasi kemahasiswaan, Unhas memiliki segudang organisasi. Salah satunya ialah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Di kampus ini terdapat 32 UKM. Pusing memilih UKM yang sesuai dengan dirimu? Tenggoklah sedikit wejangan di bawah ini.

              1. Kenali minat dan bakatmu

            Sebelum memutuskan masuk di organisasi apapun itu, haruslah dulu kamu kenali minat dan bakat. Jangan sampai masuk organisasi yang tidak sesuai dengan minat dan bakat, terlebih karena ikut-ikutan teman. Hal ini parah karena akan membuatmu tidak lama bertahan di organisasi yang kamu geluti.
           
            2. Perbaiki niat masuk organisasi
            Dalam posisi ini, kamu harus menguatkan hati dan bertanya pada batinmu untuk apa saya masuk organisasi ini? Jika untuk mengembangkan bakat dan memajukan organisasi, yah lanjutkan saja. Namun kalau ingin memasuki suatu organisasi karena hanya ingin kepopuleran atau karena memiliki niat terselubung ingin merebut hati salah seorang pengurus organisasi, eitss niat mulai belok-belok, lebih baik tinggalkan. Perbaiki niatmu anak muda, berkaryalah dengan motivasi positif.

            3. Kenali organisasinya sambil kaji visi misi
            Setelah mengenali bakat ataupun minat, dan memperbaiki niat barulah kita mencari organisasi. UKM di Unhas terbagi menjadi empat bidang yakni bidang seni, olahraga, kemanusiaan, dan penalaran.
Jika kamu memiliki bakat/minat di bidang seni, di Unhas tersedia UKM Tari, UKM Fotografi, UKM Liga Film, UKM Teater Kampus Unhas (TKU), UKM Paduan Suara Mahasiswa (PSM) dan UKM Radio Kampus EBS FM.
Suka berolahraga ? UKM Sepak Bola, UKM Bola Basket, Bola Voli, Bulu Tangkis, Tenis Meja, Hockey, Sepak Takraw, Softball-Baseball, Perbakin, Pencak Silat, Karate-Do, Taekwondo, Shoronji Kempo, Renang dan Catur siap menerima anda.
Gemar bergelut di dunia kemanusiaan? Andalah yang dibutuhkan di UKM Search and Rescue (SAR), UKM Resimen Mahasiswa (Menwa), UKM KSR PMI, UKM Korps Pencinta Alam (Korpala), UKM Pramuka, UKM Lembaga Dakwah Kampus Mahasiswa Pencinta Mushalla (LDK-MPM) dan UKM Koperasi Mahasiswa (Kopma).
Lebih tertarik akan dunia keilmuan dan penalaran ? Di sini tempatnya UKM Debat Bahasa Inggris, UKM Keilmuan dan Penalaran Ilmiah (KPI) dan UKM Pers Mahasiswa (UKPM).
            Setelah mengenali organisasinya, kajilah visi misi dari setiap organisasi itu agar anda mengetahui apa yang nantinya dikerjakan ketika bergabung di dalamnya. Jangan sampai anda anda bergabung  setelah menjadi anggota langsung pasif karena tak mengerti ritme organisasinya.


            4. Jangan terlalu nyaman di organisasi
            Pada tahap ini, janganlah menjadi mahasiswa yang terlalu nyaman berada di organisasi lalu mengabaikan kepentingan akademik. Biasanya ada beberapa mahasiswa terlalu larut akan aktivitasnya di organisasi hingga mengesampingkan akademik. Dalam organisasi tak bisa dipungkiri memang terkadang ada kegiatan yang bertabrakan dengan waktu kuliah. Namun, patut diingat bahwa kehadiranmu di kampus merah ini untuk menuntut ilmu, skill yang diperoleh di organisasi hanya menjadi nilai plus lainnya jika ingin menerapkan ilmu. Di sini manajemen waktu menjadi kunci untuk menyeimbangkan organisasi dan akademik.

            5.  Jangan lupakan pekerjaan di rumah
            Biasanya mahasiswa yang aktif kuliah lalu ikut berorganisasi akan sering pulang malam bahkan larut ke tempat tinggalnya. Hal ini membuat pekerjaan di rumah sering dilalaikan. Jika tinggal dengan orang tua atau keluarga ini tak menjadi masalah karena akan ada orang yang membereskan namun jika tinggal sendiri bagaimana ? Jangan pernah melalaikan hal ini, karena lingkungan tempat tinggal juga harus dirawat agar suasana kondusif selalu untuk belajar dan berorganisasi. 


 Beginilah sedikit tips jika ingin bergabung menjadi mahasiswa "Kura-Kura". Semoga sukses atas pilihanmu! 

Ini dia tulisannya setelah terbit :)
 

Bahagia itu Sederhana

Bahagia itu satu kata dengan definisi yang beragam. Setiap pribadi mengartikan bahagia itu berbeda. Bahagia itu sebenarnya sederhana. Ini bahagiaku, bagaimana bahagiamu ? Mari berbagi kabar bahagia.

- Bahagia itu ini bersama keluarga kecil Wolor
@Ruang tamu rumah

- Bahagia itu eksis bersama di mana saja
@Malino bareng UIG







- Bersama anak Tuhan 
@Natal Christ D'bels GPIB Mangamaseang

     - Bareng Kompas Muda Makassar 
Pemotretan @Pantai Losari


- Bareng FOSFOR
@Banana boot Tanjung Bayang
- Masak2 praktek biologi bersama teman kelompok 
(Rany,Fitri,Anti) @ XII IPA 4
-Bahagia itu bersama FOSFOR 
@Air terjun Lembanna

- Hitam putih bersama teman2 Kehutanan Unhas 2013
@Depan Fak baru Kehutanan


-Eksis bersama kelas D Kehutanan 2013
@ LT.8 Unhas

- Karokean bareng anak kece
@Diva Tamalanrea

- Bareng kak Ebi Pendakian Bersama Gladimula 20
@ Pos 9 Gn. Bawakaraeng

- Bahagia itu teman2 datang di usia 16 tahunku
@Rumah orang tuaku di Antang


 - Bahagia itu saat Gladimula 20 foto dengan bendera P.A.L
@Hutan Pendidikan Bengo-Bengo Unhas
-Dinner bersama kakak2 P.A,L di camp
@Tebing Depsos Maros
- Susur gua Gladimula 20
@Gua Saripa Maros

- Bareng brother GEMURUH'13
@Puncak Gn. Bawakareng dalam angle yang berbeda

 - Bareng teman2 kelas X-3 
@Tanjung Bayang

 - Berkebun bersama  teman2 X-3
@Kebun Pak Jamal Komp. Unhas Antang
 - Berhasil raih juara 2 lomba koding KKE 2012
@Graha pena  #SOLIDARECYCLE

 - Futsal bersama nak Identitas, EBS, Tunas
@BTP Futsal

- Keluarga kecil identitas 'Dies Natalis 39th'
@Lt Dasar Rektorat Unhas



- Diklat Dasar Jurnalistik 40 identitas
@LEC Atirah Antang

- Pemotretan untuk koran Tempo bersama beberapa kru identitas
@Ruang rapat identitas


- Menghadiri launching buku Bahasa Qalbuku Radiah Annisa
@Kantor Bupati Maros

- Bahagia itu nyepet sana sini demi pas di kamera 
@Kantinting menuju Lakkang

Kata bahagia itu ku terjemahkan dengan tetap berada bersama kalian semua. Melihat luar biasanya ciptaan Tuhan dan diabadikan dengan tulisan dan gambar. Menceritakan segala kisah yang kita lalui selama nafas masih berhembus. Keseimbangan hidupku, senyum indah di wajahku menunjukkan betapa bahagianya menghabiskan setiap detik bersama. Bahagia itu sederhana, dan dalam kesederhanaan ketemukan kalian.



"Bahagia itu sederhana cukup alam dan manusia saling menjaga karena karunia dari Tuhan sang pencipta," -Fransiska Sabu Wolor-
Selamat datang kebahagian lainnya, yang lalu abadilah bersamaku :)