Meine

My life, My adventure, My story..

Pages

Cerita Mini : Jangan Tanya Mengapa Aku Berbeda

No editing, masih tulisan asli...

*Jangan tanya mengapa, baca dan pahami!*
 
            “Bunda, saya tidak mau ada siswa bodoh dapat nilai bagus. Kalau pemimpinnya orang bodoh, nanti Indonesia bisa roboh,” kalimat ini diungkapkan seorang siswa SD yang kala itu sedang menghadapi Ujian Nasional.
         Ingatkah ketika tahun 2011 kasus Muhammad Abrary Pulungan siswa SDN 06 Petang Pesanggrahan, Jakarta Selatan ? Kasus yang terkuak saat Abrar diminta berjanji memberi contekan jawaban kepada teman-temannya saat Ujian Nasional (UN). Bahkan sampai gurunya memaksa ada hitam di atas putih dan tak boleh diberi tau orang tua.
            Merasa tak sepemikiran dengan sistem di atas, Abrar memberontak dengan memberi tau ibunya hingga mereka sama-sama perjuangkan kejujuran dengan memprotes di sekolah, melapor di kepolisian, hingga meminta perlindungan di KOMNAS anak.
            Perjuangan berat dialami ibu dan anak ini, banyak tempat mereka mengadu tak mendapat respon yang berarti. Kejujuran yang diperjuangkan tak ditanggapi, hingga kisah ini hanya mampu menjadi inspirasi lewat film dokumenter “Temani Aku Bunda”.
            Awal mendengar kisah ini, saat itu saya merefleksi ke dalam kondisi yang sama. Harus melewati Ujian Nasional Sekolah Menengah Atas (SMA) agar berubah status dari siswa menjadi mahasiswa. Pergolakan hebat terjadi hingga saya mengubah pandangan bahwa nilai bukan segalanya.
            Hal ini muncul karena nilai UN mata pelajaran Fisika saya saat itu hampir membuatku tak lulus jika tidak dijumlah dengan nilai rapor. Kecewa menjadi rasa terbesar, terlebih karena ibu dan kakakku sampai marah sejadinya. Namun, rasa bangga terselip kala itu, saya tau sistem pendidikan telah saya lawan seperti usaha Abrar hingga tak terperosok masuk dalam pesonanya.
            Kesimpulannya kini sebagai modalku menjalani kuliah. Keluar dari zona nyaman untuk melihat begitu luasnya dunia di depan ketika sudah kerja. Namun, ini tak semudah yang dibayangkan. Kebanyakan orang, termasuk keluargaku kecuali bapak semuanya menilai kualitas seorang hanya melalui nilai-nilai yang tertera di rapor ketika SMA ataupun IP ketika kuliah.
            Sama halnya dengan SMA, ketika kuliah saya juga pernah mendapat IP di bawah. Ini membuat saya tidak tenang bernafas, terlebih karena omelan terdengar mengiang-ngiang di telinga. Berontakan hebat saya keluarkan. Mengapa ? Karena saya tau saya lawan sistem ini dan belum ada yang mengerti. Hingga saya untuk kedua kalinya disadarkan Tuhan nilai bukan segalanya. 
            Banyak orang menyalahkan karena status ‘kura-kura’ di kampus yang ku sandang maka IP ku menurun. Oh iya, julukan ‘kura-kura’ hanya disemayamkan untuk mahasiswa dengan aktivitas yang terpaut antara kuliah dan rapat. Mahasiswa seperti ini tak ingin hanya menjadi mahasiswa robot yang tiap hari harus menghapal ini itu untuk masa depan kata orang-orang. Sehingga ia memilih aktif di organisasi yang membuatnya tak jarang pulang malam bahkan harus nginap di kampus karena rapat. Rapat yang isinya tak hanya memikirkan dirinya saja namun banyak jiwa.
            Kejadian di atas tak membuatku jera, saya tetap memilih menjadi berbeda. Tetap mengandalkan kekuatan ‘kura-kura’ kampus dalam melawan sistem yang ada. Dengan rutinitas yang dikatakan sibuk oleh temanku, saya mencoba ajak mereka melawan sistem ini.
            Bagiku, apapun yang ku pikirkan apa yang ku ketahui yah itulah yang layak tertulis di lembar evaluasi. Bukan pemikiran orang apalagi kutipan indah penulis buku. Bagai peribahasa “kecil teranja-anja besar terbawa-bawa.” Kebohongan kecil yang dimulai dari tak jujur terhadap masa depan sendiri akan berbuah kepada kebohongan yang juga menjulur kepada masa depan pasangan hidup, masa depan keluarga, masa depan kedaerahan, bahkan sampai masa depan negara.
            Saya ingin siapa saja jangan pernah meremehkan orang yang terlihat kecil di matamu hanya karena nilai yang diberikan sang pendidik kepadanya. Jangan jauhi orang yang ingin jujur itu, jangan dekati dia hanya karena butuh otaknya. Jangan pernah lakukan itu, hidup hanya sekali nilai bukan segalanya.
            Saya juga ingin negaraku tidak menekan sang generasi pejuang dengan orientasi nilai untuk masa depannya melainkan orientasi skill. Jangan tanyakan mengapa aku berbeda karena kalian harus sadar, kejujuran segalanya dan Negara tak boleh dipimpin oleh orang bodoh jika tak ingin bobrok. 



I hope someday, Indonesia akan berubah..
Jangan sampai banyak anak merasa dikucilkan karena perbedaan :) 

 
Senyumku untuk perubahan yang lebih baik :)

0 comments:

Post a Comment