Meine

My life, My adventure, My story..

Pages

Meski Berat, Tetaplah Setia

          “Wah, kasian sekali ada anak perempuan disuruh angkat tas besar dan jalan keliling kampung,” kata ini diucapkan para ibu yang berkumpul ketika kami lewat. Tak hanya sekali kalimat ini ku dengar, pernah juga dari sekumpulan anak kecil.
            Kala itu, diriku berjalan mengangkat tas jinjing besar dengan beban setengah berat badan yaitu 22 kg. Lalu, seorang yang lebih tua setahun dariku berjalan di depan dan sekali menoleh sinis ketika aku terjatuh dan meringis kesakitan. “Ih, kasiannya dikerjain sama seniornya disuruh jalan bawa beban,” ujar anak-anak yang menyaksikannya.
            Tas jinjing besar itu, ketika kuliah baru ku kenal dengan nama carrier. Sebelumnya, hanya sapaan tas pendaki yang ku berikan padanya. Setiap melihat ada yang mengenakan tas ini, aku menjerit dalam hati. “Wah keren sekali,” batinku. Bukan hanya mengagumi bentuk fisik tasnya namun juga karakter orang yang membawa tas itu.
            Tak lepas dari pundak orang yang berpergian jauh terlebih ke alam bebas begitulah kesan yang ku simpan pada tas ini. Bagiku, menjadi petualang ialah bagian dari mensyukuri ciptaan Tuhan. Makanya ketika duduk di bangku kuliah, aku berniat untuk bergabung bersama organisasi pencinta alam.
            Namun niat tulus ini tidak begitu saja diiyakan oleh kedua orang tuaku. Pandangan pertama ialah menjadi mahasiswa pencinta alam itu akan banyak resiko yang dihadapi. “Bagaimana mungkin kita mengatur alam?” kata Bapakku sambil menjelaskan resiko yang akan ku hadapi. Kedua ialah kuliah yang akan terbengkalai karena aktivitas yang padat. Selain itu ada kesan yang ditimbul bahwa pencinta alam justru yang menjadi perusak alam.
            Tetapi tak begitu saja diriku menyerah hingga aku bersama kedua temanku berjuang untuk memasuki organisasi ini bersama. Pandangan orang tuaku dan yang lainnya terpatahkan setelah ku berada di dalamnya.
            Tas besar yang berat nan jauh ku jinjing sambil berjalan itu tak hanya menyisahkan capek. Ada kisah indah di dalamnya, belajar mengenali diri sendiri, belajar bertahan hidup, belajar beradaptasi dengan alam dan masyarakat sekitarnya yang membuatku selalu ingin kembali bertualang.
            Betapa para pemakai tas jinjing besar yang setia menemani jejak, diguyur hujan bersama, masuk hutan bersama, makan dedaunan bersama serangga hutan dan hewan sungai. Benar kata seorang senior saat saya mengikuti wawancara untuk memasuki organisasi pencinta alam itu. “Yang setia dalam susah pasti juga akan menemani dalam bahagia,” ungkapnya kala itu.
            Inilah yang selalu ku ingat, pesan agar setia pada kesusahan. Sama seperti yang dipandang orang-orang, “Untuk apa capek dan susah-susah pergi mendaki?” Cobalah, jika ingin membuktikan ada kebahagian tak terlupakan di  dalamnya.
            Namun, sekarang  pandangan tentang pencinta alam adalah perusak alam ramai digunjingkan. Plesetan Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) menjadi Mahasiswa Paling Lama  juga ada. Bagiku, ini semua kembali pada pribadi masing-masing bagaimana caranya mengatur waktu. 
             Jika lama selesai namun bermanfaat kepada alam dan sesama, apa salahnya ? Tak ada yang memberi coretan atau conterangan benar akan pernyataanku itu. Intinya bagiku, nikmatilah tiap jejak bersama tas jinjing berat itu. Meski bebannya berat tetaplah setia akan hal besar yang engkau lalui di dalamnya.  


Tulisan ini saya buat ketika kelas Citizen Journalism di Identitas.  Kala itu kami diminta menceritakan sesuatu yang menggambarkan diri sendiri. Saya memilih menulis kesetian dalam menyusuri alam karena ingin berbagi apa yang saya rasakan, pahami dan yakini mengenai perjalanan kepada siapa saja. 
Foto diambil saat perjalanan dari pos 0 Gn. Bulusaraung menuju Pangkep.
 lokasi WISRIM X Pandu Alam Lingkungan (P.A.L)
Kembali lagi saya ucapkan :
Meski Berat Tetaplah Setia :) 
           

                         
           

             

0 comments:

Post a Comment