Meine

My life, My adventure, My story..

Pages

Meniti Alam untuk Pendidikan




            Sikola…….
            Sikola…….

            Teriakan ini dilontarkan oleh seorang relawan sambil memukul pentungan. Ini menandakan sekolah akan dimulai dan para siswa harus bergegas datang. Mendengar panggilan, anak-anak langsung berlari riang gembira. Akhirnya, bisa mencicipi lagi pengetahuan.
            Relawan Sikola Inspirasi Alam (SIA) inilah yang datang mengajar di Kampung Lappara Dusun Bonto Desa Kompang Kecamatan Sinjai Tengah. Saat itu, ada 15 orang relawan yang datang. Tepatnya tanggal 22 September 2016, kami sampai di lokasi. Butuh waktu 6 jam perjalanan dari Kota Makassar untuk sampai di Desa Kompang dengan menggunakan mobil.
            Setelah sampai, kami tidak langsung mengajar. Harus jalan kaki satu setengah jam lagi untuk mencapai Kampung Lappara. Jalur yang begitu menanjak, sering sekali membuat keluhan terlontar. Angan pun melayang ke pernyataan “Untuk apa jauh-jauh jalan demi mengajar?”


Istirahat saat perjalanan menuju Kampung Lappara

            Namun, sesampainya di lokasi. Pikiran ini benar-benar hilang. Lappara sangat indah dan damai. Hamparan sawah dan megahnya bukit tak henti memanjakan mata. Belum lagi masyarakat di sana sangat baik dan ramah.
            Tak sampai di situ, kondisi sekolah memang sangat memprihatinkan. Semuanya serba sederhana. Hanya terbuat dari bambu. Fasilitas sekolah juga hanya kursi, meja dan papan tulis. Di atas papan tulis, hanya ada foto presiden dan wakil presiden Indonesia dan beberapa poster Pancasila dan alfabet. Sungguh serba terbatas.
            Hari pertama di Kampung Lappara, kami tak langsung mengajar. Kami tiba saat hari sudah mulai sore dan dihabiskan untuk mengatur posko. Di sana tak ada listrik, program kerja pertama ialah bertahan hidup. Untung saja, kawan lain sudah menyediakan alat penerangan. Memasak pun harus menggunakan kayu bakar. Begitu jauh perbedaannya dengan fasilitas ada di kota.
            Selesai makan malam, kami breafing mengenai persiapan mengajar di sekolah esok hari. Saat itu, kami sepakat mengadakan upacara terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan perkenalan dari relawan dan pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika.
            Keesokan harinya, kami mengadakan upacara. Tepat pukul 08.00 Wita, pentungan dibunyikan lagi. Setelah satu bulan berlalu, akhirnya September ini sudah ada relawan baru yang datang mengajar. Relawan SIA diberangkatkan setiap satu bulan dan hanya empat hari di lokasi.
            Upacara kali ini berbeda dengan bulan sebelumnya. Kini, pelaksana upacara sudah ada dari siswa. Ada Hasra yang menjadi protokol dan Asri sebagai pembaca undang-undang. Mereka yang bertugas ini sudah masuk kelas lanjutan. Kali ini, upacara kami adakan hari Jumat. Maklum saja, relawan SIA selalu datang di hari Kamis.

Upacara bendera siswa Sikola bersama para relawan

            Setelahnya, perkenalan dengan anak-anak dimulai. Banyak yel-yel semangat yang diajarkan agar siswa tak jenuh belajar. Saat belajar, siswa bebas memilih dimana saja tempat belajarnya dan siapa yang mengajarnya. Ada siswa yang menarik kakak relawan belajar di bawah pohon, di rumahnya atau tetap di kelas. Bahkan ada yang harus dikejar-kejar dulu baru mau belajar.
            Siswa yang ikut sekolah digolongkan dalam tiga tingkatan kelas, yakni kelas awal, menengah dan lanjutan. Saat mengajar, saya mendapatkan siswa dari kelas awal. Dia belum bisa membaca dengan lancar. Menulis pun harus dieja kata perkata. Kesabaran yang ekstra sangat dibutuhkan. Apalagi ketika serius mengajar, siswa malah lebih tertarik bermain.
Suasana belajar di Sikola

Para relawan sedang mengajar

            Mendapati situasi seperti ini, saya harus menggunakan taktik. Kami belajar dulu dan setelah ia sudah bisa, saya akan menemani kemanapun atau bermain apapun. Alhasil, seusai membaca dan menulis kalimat yang saya buat, Riski siswa saya mengajak lomba lari. Wah, luar biasa sekali. Sudah capek belajar, malah diajak lari bersama.
            Jika tak dipenuhi kemauannya, dia akan malas belajar pelajaran selanjutnya. Tarik napas dalam-dalam, lalu kami lari. Jauh, jauh sekali dan saya kalah. Wajar saja, pendatang baru. Heheheee.

Belajar berhitung bersama Riski

            Pelajaran selanjutnya, saya mengajar cara menghitung dengan napas ngos-ngosan akibat kalah lomba lari. Saya mengajarkan bagaimana cara menjumlahkan dan mengurangkan bilangan. Hingga pukul 11.00 kami belajar. Sekolah dilanjutkan pada sore hari untuk pelajaran Agama. Para siswa akan diajarkan cara shalat, wudhu dan bacaan surah-surah pendek.
            Malam hari, kami mengevaluasi hasil mengajar. Ada beberapa strategi yang dibuat agar siswa tidak jenuh belajar. Selain itu, metode belajar seperti privat membuat siswa juga lebih mudah mengerti.
            Esoknya di hari Sabtu, sekolah kembali lagi mulai pukul 08.00 Wita. Hari ini ditambahkan pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan diselingi dengan permainan. Siswa disuruh mengambil batu dan daun yang ia tau nama pohonnya. Setelahnya, kita menghitung bersama jumlah daun dan batunya. Lalu, dikurangi lagi dan dibagi. Permainan ini menggunakan benda-benda yang gampang didapat supaya memudahkan siswa memahami Matematika.
Foto dulu sebelum kelas berakhir
            Sekolah diakhiri dengan kelas kreatif yang berlangsung sore hari. Saat itu, siswa dibagi menjadi dua kelompok. Perempuan diajar menggambar dan mewarnai. Sedangkan, laki-laki diajak membuat gantungan pakaian dari bambu.
            Setelah penat mengajar, kami para relawan melepas lelah dengan berkemah di Puncak Bukit Patontongan. Bukit ini terletak tidak jauh dari kampung. Butuh waktu satu jam untuk mencapainya. 
Kelas kreatif menggambar dan mewarnai


Outbound permainan lipat sarung
Makan malam di Bukit Patontongan

            Perjumpaan dengan siswa SIA harus kami akhiri. Di hari terakhir, ada outbound yang dilakukan. Ada permaianan lipat sarung dan estafet piring yang dibuat. Saat itu, kami bermain bersama para siswa. Rasanya senang sekaligus sedih akan berpisah.

            Minggu siang, kami bergegas kembali ke Makassar. Adik-adik ramai di posko melepas kepergian kami. Tangisan tumpah dari seorang siswa membuat berat sekali meninggalkan sekolah. Tapi, tenanglah bulan depan kami datang lagi.
            Yah, memprihatinkan sekali rasanya. Saat siswa lainnya mengecap bangku sekolah selama 24 hari dalam sebulan, siswa SIA hanya merasakan 2 hari saja dalam sebulan. Tanpa fasilitas, buku yang lengkap dan tenaga pengajar tetap 
pula.
            Kamu terdidik? Buktikan dengan membagi ilmu pengetahuanmu.

Relawan Sikola Inspirasi Alam angkatan V



Penuh Cinta, 

Fransiska Wolor
Relawan angkatan V
Sikola Inspirasi Alam (SIA)

           
                       

0 comments:

Post a Comment