Apa yang kalian pikirkan saat mendengar nama Kota Poso? Sebagian besar masyarakat Indonesia akan mengingat terorisme. Sisanya akan memikirkan
kerusuhan Poso yang dipicu oleh konflik agama.
Poso, kota yang
terletak di Provinsi Sulawesi Tengah ini kaya akan tempat wisata, budaya dan
adat istiadat yang kental. Namun, peristiwa kerusuhan yang terjadi pada akhir
tahun 90an membuat pandangan tentang Poso berubah. Sebagian besar
masyarakat Indonesia mengeneralkan kondisi Poso tidak aman karena ada banyak teroris.
Indahnya Poso |
Pandangan ini
berhasil saya tepis saat melakukan program pengabdian masyarakat di sana. Awal
mula mendaftar untuk mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Poso, saya sudah
mendengar banyak tanggapan miring dari teman. Banyak orang yang tidak ingin ke
sana karena tak mau mati sia-sia. Ada juga yang bilang mahasiswa yang KKN di
sana akan dijadikan pasukan perdamaian. Namun, saya tidak terlalu mengubris
pendapat itu. Niat untuk mengambil pelajaran dalam setiap perjalanan membawa
kaki terus melangkah.
Seleksi KKN berakhir dan terpilihlah saya bersama 51
kawan lainnya untuk mengabdi di Poso. Kami akan ditempatkan di lima desa berbeda selama 42 hari. Ada Desa Dulumai dan Desa Peura yang berada di Kecamatan Pamona Puselemba, dan di Kecamatan Pamona Selatan ada Desa Pendolo, Desa Pasir Putih serta Desa Bangun Jaya.
Mahasiswa KKN NKRI Poso Gelombang 93 Unhas |
Kami berangkat dari Unhas menuju lokasi KKN tanggal 15 Juli 2016. Sambutan hangat dari Kodim Pendolo kami dapatkan sesampai di sana. Setelah diberi pengarahan, waktunya berpisah untuk mengabdi di desa masing-masing.
Saya bersama 10 teman mendapatkan posko di Desa Dulumai Kecamatan Pamona Puselemba. Posko KKN yang paling jauh dari kecamatan, tidak ada jaringan internet juga listrik dan harus menggunakan perahu sebagai sarana transportasi.
Jalur menuju lokasi KKN |
Menggunakan katinting menuju Desa Dulumai |
Setiba di posko KKN, semua stereotip tentang Poso pun hilang. Tak ada lagi perasaan cemas. Meskipun, beberapa daerah masih diberi garis hitam karena ada tindakan terorisme. Tapi, daerah lainnya hidup aman dan tentram.
Di desa saya masyarakatnya damai, semuanya saling menghargai satu sama lain. Kami yang berasal dari latar belakang suku, agama dan ras yang berbeda seolah tak ada penghalang untuk berbaur dengan masyarakat.
Gapura Desa Dulumai |
Hal ini terlihat saat teman-teman KKN saya yang muslim hendak pergi beribadah Salat Jumat. Masyarakat desa yang 100% Kristen Protestan menjalin toleransi dengan baik. Mereka mengantar teman yang ingin beribadah dengan mobil ke Kota Tentena, ibukota kecamatan. Kalaupun tak ada mobil, pasti ada pinjaman motor.
Tak hanya itu,
kemurahan hati masyarakat juga terlihat saat mengadakan upacara penyambutan kami di Balai Desa. Upacara Mo’limbu dilakukan ketika ada tamu yang datang ke desa dan akan tinggal dalam waktu yang lama.
Dalam upacara ini, semua masyarakat harus berkumpul serta membawa makanan ke Balai Desa. Tujuannya untuk makan
bersama. Setiap keluarga juga menanggung makanan untuk satu tamu.
Acara Mo'limbu menyambut kami mahasiswa KKN |
Saat makan
bersama, rasa haru seketika muncul. Kami pendatang dan diperlakukan layaknya
keluarga. Tanpa memandang perbedaan, semua masyarakat bersukacita menyambut
kami mahasiswa KKN.
Selama berada di
Desa Dulumai, kami mengikuti dua kali upacara Mo’limbu. Pertama, saat disambut sebagai mahasiswa KKN pada 24 Juli 2016. Selanjutnya, penyambutan pejabat
sementara kepala Desa Dulumai. Kami selalu senang ikut kegiatan ini karena suasana kekeluargaan yang terjalin begitu erat.
Foto bersama Kepala Desa Dulumai dan Babinsa |
Tak hanya penyambutan tamu, saat panen pun
diupacarakan. Setiap tahun, diadakan satu kali perayaan syukur atas hasil panen.
Perayaan ini dinamakan Pa’dungku.
Pa’dungku diadakan di beberapa desa di Kota Poso. Awalnya dimulai dengan perayaan syukur
di tempat ibadah, seperti gereja. Setelahnya, ada kunjungan ke rumah masyarakat
desa. Semua orang bebas berkunjung ke rumah manapun.
Masak-masak persiapan Pa'dungku |
Saya sempat
mengikuti pa’dungku di dua desa. Di lokasi KKN saya, Desa Dulumai dan Desa
Kelei yang berada di Kecamatan Pamona Timur. Saat pa’dungku, setiap kerabat dan
sanak keluarga dari masyarakat desa datang berkunjung. Semuanya bersukacita dengan
makan bersama. Tak hanya makan, saat pulang pun diberi bungkusan untuk keluarga
di rumah.
Poso, bukanlah kota teror lagi. Kota ini kental dengan adat istiadat dan budayanya yang patut kita lestarikan bersama.
Selain syukuran yang menjadi budaya di desa, saat berkunjung ke suatu tempat pun ada aturannya. Selayaknya sebagai pendatang, jika ingin berpergian harus melapor di ketua adat terlebih dahulu.
Danau Poso, ikon wisata
Mendengar nama
Poso, pasti masih banyak orang yang tau tempat ini menyembunyikan surganya. Danau Poso yang membentang di antara Kecamatan Pamona Puselemba jadi pesona utama. Danau tebesar kedua di Indonesia ini sangat indah, dengan pasir putih dan yang air jernih. Saat musim hujan tiba, air dari danau ini tidak pernah keruh. Keunikan danau ditambah dengan adanya fauna endemik yaitu ikan sugili.
Keberadaan Danau
Poso sangat bermanfaat bagi masyarakat. Berbagai mata pencaharian hadir lewat
anugerah alam ini. Masyarakat di desa saya dominan jadi nelayan juga petani.
Setiap harinya, masyarakat pergi memancing di danau. Kami juga sering ikut
memancing, terlebih saat keuangan menipis. Lauk sehari-hari pun diambil dari
hasil pancingan.
Mancing mania mantap bersama anak-anak desa |
Danau Poso yang begitu luas dapat kita sebrangi dengan menggunakan perahu. Masyarakat menyewakan perahu kecil alias katinting sebagai sarana transportasi. Jika ingin pergi ke Kota Tentena, cukup mengeluarkan biaya 40.000 rupiah. Dengan perjalanan 1,5 jam pemandangan sekeliling danau terbukti memanjakkan mata.
Ada juga beberapa tempat wisata lainnya di Desa Dulumai. Banyak turis berdatangan hanya untuk melihat Batu Kura-Kura dan juga Batu Terapung yang berada di tengah Danau Poso.
Batu kura-kura |
Konon katanya, keberadaan batu kura-kura diyakini berasal dari sebuah
keluarga yang terpisah saat bencana yang terjadi di desa. Sedangkan, Batu Terapung dianggap jadi tempat yang unik karena meskipun air laut sedang pasang, batu ini tidak akan pernah tenggelam.
Tak hanya itu,
ada juga Air Terjun Saluopa. Air terjun ini sangat indah karena memiliki 12
tingkat. Tak perlu khawatir saat berjalan di air terjun, batunya tidak licin
jadi kecelakaan pun jarang terjadi.
Pemandangan Air Terjun Saluopa |
Masih banyak
tempat wisata di Poso, namun tak semua saya kunjungi. Ada Taman Anggrek, Taman
Nasional Lore Lindu, Air Terjun Sulewana, Gunung Biru, Batu Megalitik dan
lainnya.
Luasnya hamparan
hutan juga tak henti-hentinya membuat saya mengucap syukur atas indahnya ciptaan Tuhan. Hijaunya alam menyisipkan rasa ingin kembali di hati kecil ini. Semoga keindahan ini selalu abadi.
Poso indah,
aman, tentram dan damai.
Saya cinta Poso. Sintuwu Maroso.
Penuh cinta,
Mahasiswa KKN NKRI Poso
Gelombang 93 Unhas
Fransiska Sabu Wolor