Meine

My life, My adventure, My story..

Pages

Cerita Penelitian : Menemukanmu dalam Gelap [Part 4]


HARI BERSAMA KLOTER TIGA
(Kloter tiga : Pika, kak Julian, Diman dan Parjo)

Jumat, 3 November 2017

            Rutinitas pagi kembali berputar, bangun, Behel dan kak Hery shalat lalu kembali tidur, saya buat sarapan dan masuk ke dalam gua mengambil data di pagi hari. Kali ini kami (saya dan kak Hery) kembali mengambil foto kelelawar di dalam gua. Namun, waktu yang dihabiskan tidak lama seperti hari kemarin. Kelelawar nampaknya sudah terbiasa dengan kehadiran kami. Lagian ini hari Jumat, kami harus cepat keluar dari gua karena kak Hery akan pergi shalat Jumat di Desa Manyampa.

           Saat keluar dari gua, kak Hery langsung bergegas jalan ke desa terakhir. Sebelumya, ia membangunkan Behel yang ternyata sedari tadi masih tertidur. Saya pun tinggal berdua dengan Behel, kami makan siang bersama. Tak lama saya berpikir, bagaimana nasib dari kloter ketiga. Sudah tiba dimana kah mereka?

            Setelah lama beristirahat sehabis makan, saya meninggalkan Behel dan berkata akan pergi mencari jaringan untuk menghubungi kloter ketiga. Behel pun mengiyakan saja. Ia tidak takut ditinggal sendiri di camp. Ia hanya takut ular datang. Hahahhahhha.

             Saya berjalan sambil mengacungkan hp ke atas dan digoyang-goyangkan, semoga saja tiba-tiba ada jaringan telepon. Keasikan berjalan, tidak lama ada yang berteriak. “Itu sana Frans eeee!” seru Pika. Ternyata kami ketemu di jalan.

            Melihat kedua orang ini, saya langsung tersenyum manis. Dalam hati saya berkata “Syukurlah, malam ini saya tidak jadi sendirian berteman dingin,” Pika langsung mengacaukan lamuanku dengan marah-marah “Beh, betul-betul kau nah Frans, luar biasa perjuanganku ini jalan sampai ke sini. Awas ko kalau menikah ka nanti, biar ko di ujung dunia manapun harus ko datang,” ujarnya sambil berjalan menggunakan tongkat dari kayu. Mendengarnya saya dan kak Julian tertawa. Pika memang suka marah sambil bercanda. Entahlah dia bercanda atau serius.

            Kami segera menghampiri Behel yang ada di camp. Sudah bisa tertebak, Behel kembali  tidur di tenda. Hahaha. Betul-betul anak yang satu ini. Tak lama, kak Hery datang menghampiri. Ia sudah selesai shalat Jumat. Kak Hery datang dengan minuman dingin yang dibelinya untuk Behel dan kami juga yang ada di camp. Ternyata kak Hery dan kak Julian sudah kenal sebelumnya.Wajar saja sih, mereka satu angkatan di Fakultas Teknik Unhas hanya beda jurusan saja. Mereka malah bernostalgia tentang kehidupan kampus-_- Kami para perempuan hanya merapikan barang-barang di camp.

            Tak dirasa waktunya berpisah dengan kloter kedua. Behel dan kak Hery segera pergi meninggalkan saya. Ahhh…. Kok sedih yah? Banyak sekali bekal yang disimpankan Behel untuk saya. Semuanya demi Frans tidak kekurangan gizi di lapangan. Kami berfoto dulu sebelum saling berpisah. Terima kasih Behel dan kak Hery, kalian keren deh JJ
Bersama kloter dua, Behel dan kak Hery

WELCOME kloter tiga……..

            Hari baru dimulai dengan kloter baru, kloter tiga yang personilnya awalnya empat orang tapi karena keadaan yang tak mendukung berkurang menjadi dua orang saja. Kami awali hari dengan makan bekal dari rumah saya. Oh iya, Pika dan Kak Julian ternyata sangat cepat sekali berangkat dari Makassar. Katanya, kak Julian sudah ada jam 07.00 Wita teng di rumah saya siap mengambil bekal makanan. Saking cepatnya, bahkan mama saya belum selesai masak loh. Hahaha.

            Sambil makan, Pika banyak sekali bercerita tentang perjalanannya bersama kak Julian. Mereka bahkan berdebat tentang siapa yang paling banyak istirahatnya saat tracking menuju lokasi camp. “Saya toh Frans kalau capek ka jujur ja. Singgah ka istirahat baru duduk. Tapi Ju toh sok macho sekali, tidak mau dilihat capeknya. Na suruh ja jalan duluan baru ternyata dia jalan terseok-seok di belakang,” ujar Pika sambil tertawa menunjuk kak Julian. “Tidak nah Frans. Itu Pika banyak dudu’ istirahatnya baru duduk ki kalau capek. Jadi ku tunggui ki, duduk ka juga. Istirahat terus-menerus yang buat ka jadi capek,” balas kak Julian membela dirinya. Saya hanya tertawa saja melihat kelakuan mereka. Ketika dua orang yang tidak mau dikalah pendapat bertemu dalam satu camp jadilah berdebat terus. Hahahaha.

            Saya kemudian mengajak kak Julian pergi mengambil air di dalam gua. Seperti pada kloter dua, kali ini Pika dan kak Julian juga membawa air mineral botol ke lapangan. Maklum saja, mereka jarang ke hutan jadi maunya minum air mineral. Apalagi Pika yang mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat mana mau dia minum air dari gua, katanya sangat tidak higenis. Hahahha. Jadinya, air dari gua hanya digunakan untuk bersih-bersih.

            Kami pun bergegas masuk ke dalam gua. Kak Julian ingin menggunakan helm dan cover all untuk masuk ke dalam gua, tetapi saya bilang kita pergi tidak jauh. Tidak perlu pakai cover all, karena baju yang digunakannya sejak jalan tadi sudah kotor penuh keringat.

            Saat di gua, saya kembali melihat tikus. Saya pun teriak dan kak Jul segera menenagkan. “Jangan ko takut Frans. Lari mi tikusnya nah. Lagian, ada ja juga di sini,” ujarnya. Saya pun hanya membalas, “Iya kalau tidak ada ko, pingsan ma di sini kak,” Lagi-lagi tikus bikin masalah. Ieuwwwww….

            Kak Julian mengajak saya kembali berjalan. Saya sih maunya dia berada di depan untuk memastikan tikus tidak ada di depan sana. Namun, ia tak tau jalannya. Akhirnya dia hanya menghibur untuk menghalau tikus yang menyerang dari belakang. Hahahhaa. Sampai di tempat mengambil air, saya meminta kak Julian untuk turun dan mengambil air. Namun, karena matanya yang memang rabun dan penerangan dari headlamp yang tidak maksimal, akhirnya kepalanya tertumbuk stalaktit. Hiksss hiksss

            Selesai mengambil air, kami segera keluar. Kak Julian sedari tadi memegang kepalanya sambil menggerutu. “Itu ku bilang memang ji Frans, pakai helm. Ini sakit mi kepala ku,” ujarnya saat kami berada di camp. Saya yang merasa bersalah hanya mencari minyak gosok dan mengoleskan di kepalanya. Pika pun memberi ide untuk menindis benjolan yang ada di kepalanya dengan menggunakan sendok. Saya segera melakukannya sebagai upaya menebus kesalahan karena tidak safety saat masuk ke dalam gua.

            Setelahnya Pika dan kak Julian menyiapkan makan malam sambil saya menyiapkan alat untuk pengambilan data di dalam gua. Selesai makan, saya dan kak Julian pun lekas masuk ke dalam gua. Kali ini tak ada ular dan juga tikus di dalam gua. Pengambilan data berjalan dengan lancar. Kami segera keluar gua dengan cepat. Pika takut ditinggalkan sendirian di dalam tenda. Ia takut anjing datang ke camp kami dan mencuri makanan. Memang ada anjing warga yang sering berkunjung ke lokasi camp.  

Pika sebagai kepala dapur kloter tiga
            Selesai mengambil data, kami bercerita lagi banyak hal hingga diri merasa ngantuk. Saya dan Pika pun ingin cuci muka, sikat gigi serta buang air kecil dulu sebelum tidur. Segera saya mengambil senter sebagai alat penerangan kami. Tiba-tiba, ada cahaya yang mengarah ke camp kami.

            Saya heran dan memanggil Pika “Siapa itu datang Pika? Kenapa na senter-senter tenda ta?” Mendengar ini Pika malah takut dan memanggil kak Julian “Weee… Ju bangun ko. Apa itu sana eee?” Kak Julian yang sudah nyenyak tidur di tendanya pun bangun dan melihat arah cahaya itu “Mdd…. Palingan itu warga yang punya sapi. Na cari ki sapinya  itu nah. Pi mko itu cuci muka sana baru tidur. Tidak ji itu,” balasnya cuek. “Bagaimana caranya pergi cuci muka? Mau ki pipis juga nah. Nanti na senter ki orang pas pipis,” kataku kemudian.

            Akhirnya, kami bertiga memutuskan untuk duduk tenang di camp sambil menunggu cahaya itu pergi. Sayangnya, cahayanya malah makin dekat. Tiba-tiba terlihat orang dengan carrier di punggungnya. “Ahh… ada orang juga mau camp dan masuk gua ini nah. Itu sana bawa ki carrier. Ada saingan ta masuk gua,” ucapku pada kak Julian dan Pika.

            Tidak lama, orang yang datang ini singgah di camp dan bertanya “Ada Fransiska di sini?” Saya pun kaget dan menyuruh mereka masuk. Astaga, ternyata itu Diman. Dia teman saya di Lab Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan. Puji Tuhan, bertambah lagi personil kloter tiga. Yeeeeyeyeyeyeee… Diman datang bersama Parjo, temannya.

            Lekaslah kami sambut mereka dengan santapan malam. Pika yang bertugas sebagai kepala dapur, segera memanaskan makanan. Kak Julian pun mengatur piring dan sebagainya. Setelah selesai, saya dan Pika lekas pergi cuci muka. Diman dan Parjo ditemani oleh kak Julian menghabiskan makanan sambil bercerita banyak hal.

            Ternyata Diman dan Parjo membawa tenda sendiri. Selesai makan, mereka mendirikan tenda dan langsung beristirahat. Kala itu sudah jam 23.00 Wita. Luar biasa perjuangan Diman untuk datang ke lokasi penelitian saya. Katanya, ia sudah pernah janji akan datang menemani saya dan dia dengar tidak ada orang yang menemani selama di lapangan. Akhirnya, dia pun mengajak Parjo untuk datang ke lokasi ini.

            Diman ini orang asli Pangkep jadi tidak susah baginya untuk mencari letak Gua Mara Kallang, apalagi sebelum berangkat ia sempat datang ke basecamp P.A.L untuk menanyakan lokasi gua ini.

Sabtu, 4 November 2018

            Keesokan harinya, Kak Julian lebih duluan bangun pagi. Bahkan saat saya bangun, ia sudah menyiapkan nasi goreng telur dan roti bakar untuk sarapan kami. Kak Julian memang terbiasa sarapan dengan nasi bukan kue. Makanya ia berinisiatif bangun lebih dulu dan memasak. Ia tau kalau saya tidak bisa hidup tanpa kue, jadi pasti membuat sarapan kue-kue saja bukan nasi. Kami adalah teman KKN jadi banyak kebiasaan yang sudah dihapal.

            Tak memerlukan waktu lama, setelah bangun saya pun memanggil Pika untuk shalat subuh dulu juga memanggil Diman dan Parjo untuk bergabung sarapan dengan kami. Sehabis makan, jadwal mengambil data di dalam gua akan saya lakukan bersama Diman dan Parjo. Kak Julian dan Pika memilih tugas memasak untuk santapan di siang hari ketika kami keluar dari gua. Memang dua orang ini sangat cocok bertemu di dapur, bumbu yang seadanya bisa diracik menjadi makanan yang mengenyangkan. Lebih cocoknya lagi karena mereka berteman dengan saya yang rajin makan tapi malas masak. Hahahhaa.
Siap masuk gua bersama Diman (coverall biru) dan Parjo (coverallI merah)

            Kami bertiga masuk ke dalam gua dan mengandalkan Parjo sebagai fotografer kelelawar kita kali ini. Di antara kami, untung saja ada Parjo yang kemampuannya lebih dalam hal penggunaan kamera. Sayangnya, pengaturan kamera lupa saya tanyakan ke kak Hery yang sebelumnya berhasil mengambil gambar kelelawar. Akhirnya kami kembali bingung menyetel pengaturan kamera untuk mengambil gambar yang diinginkan. Dua jam lebih kami di dalam gua dan akhirnya memutuskan untuk kembali ke camp.

            Keluar dari gua, kami makan siang dulu sambil Parjo mempelajari cara menggunakan kamera yang saya bawa. Setelah berhasil menyetel kamera, waktunya kembali masuk ke dalam gua. Saya rasanya lelah sekali dan meminta waktu beristirahat sebentar lagi. Padahal, teman yang lainnya justru semangat sekali. Kloter tiga memang luar biasa.

            Akhirnya, Diman mengusulkan agar saya tinggal saja di camp bersama Pika. Dia, Parjo dan kak Julian yang akan masuk mengambil foto kelelawar. Di tengah capek melanda saya pun mengiyakan dengan pertimbangan, semua tempat bertengger kelelawar sebelumnya sudah saya jelaskan pada Diman.

            Pengambilan foto di dalam gua hanya berlangsung sekitar sejam lebih kemudian Diman dkk keluar dari gua. Saya dan Pika pun lekas bangun dari tidur. Kami berencana pergi ke sungai untuk mandi hari ini. Berhubung kemampuan mengingat saya yang lemah, sebelumnya kak Julian telah pergi mencari sungai saat saya masuk ke dalam gua bersama Diman dan Parjo. Hal ini dia lakukan karena yakin jika saya yang menunjukkan jalan pasti kita semua akan nyasar. Hahahahaha.

            Saat memutuskan untuk pergi ke sungai, Diman dan Parjo tidak mau ikut. Mereka ingin menjaga camp saja. Alhasil hanya saya, Pika dan kak Julian yang berjalan bersama. Kali ini kami tidak berjalan di jalur yang saya tempuh bersama Behel dan kak Hery kemarin. Saya mulai curiga, hmmm jangan-jangan kak Julian hanya berhalusinasi menemukan sungai. Tapi, ia selalu meyakinkan bahwa ketemu dengan sungai yang berbatu-berbatu seperti yang saya jelaskan.

            Mendengar kami berdebat mengenai perjalanan, Pika mulai jengkel. “Edd… Baku gea mko saja berdua di situ deh. Jalan ma saja sendiri di depan,” ujarnya. Kami pun diam dan melanjutkan perjalanan. Pika yang niatnya ingin jalan paling depan karena tak kuat mendengar perdebatan kami, malah jalan paling belakang. Badannya yang agak besar yah bisa dibilang gendut membuatnya susah mengatur napas saat jalurnya menanjak. Ahahahahhaa.

            Lelah berjalan, akhirnya kak Julian mengangetkan kami. “Tadaaaaaaa…… Ini sungai eee,” ujarnya menunjuk sebuah sungai kecil sekali. Saya malah tertawa besar. “Hahahahhahahahahahha…. Ini ko bilang sungai kak? Darimana nya disebut sungai ini?” ujarku merendahkan pendapatnya. Kak Julian malah baper dan berkata “Iya, tidak usah mko mandi kau deh. Saya mo saja. Pindah mko semua,” Mendengar kami berkelahi lagi, Pika serasa mau menghilang saja dari dunia. Hahaha. Saya pun memimpin perjalanan sambil berkata bahwa ada sungai besar di depan sana. Kak Julian dan Pika bergegas mengikuti jalan saya dan akhirnya kami sampai di sungai tempat kloter kedua mandi kemarin.

            Ketemu sungai, rutinitas mencuci baju, cover all dan sebagainya langsung dimulai. Kak Julian malah rese menitip bajunya untuk dicucikan karena memang hanya saya yang membawa sabun cuci. Pika pun membantu saya mencuci dan kami mandi. Lagi-lagi, botol air mineral Aqua digunakan sebagai gayung.

Cuci baju di sungai


           Sebelum mandi, Pika mengangetkan saya karena ia ingin buang air besar. Saya mencarikannya tempat yang strategis, sayangnya ia berkata jangan jauh-jauh karena sudah tak sanggup berjalan. Saya segera mengambil kayu kering dan menggalikannya lubang. Kak Julian saya ungsingkan di sawah warga yang jauh sehingga Pika aman. Lubang tempat Pika buang air selesai, saya langsung bergegas menuju sawah tempat kak Julian berada. Di sana kami bercerita banyak hal sambil berfoto di antara sawah. Tak lama, ide iseng pun muncul. Kami menganggui Pika dan berkata “Auuuu… Kelihatan dari sini Pika, pasti celana dalammu warna putih kan?” kataku disusul tawa terbahak-bahak dari kak Julian. Pika yang mendengar kami mengejeknya hanya mengutuk kami.

             Waktu kami bermain-main di sungai segera diselesaikan. Langit tiba-tiba saja jadi gelap dan hujan segera turun. Kami pun langsung membereskan segala cucian untuk kembali ke camp. Jalan yang ditemukan oleh kak Julian ternyata lebih cepat sampai di camp dibandingkan dengan yang ditunjukkan oleh kak Hery. Hahhaa. Saya jadi malu terus mengeluh dan meremehkannya. Untung saja, kak Julian mengerti. Hahaha.

            Saat kami tiba di camp ternyata tenda sudah tergenang air. Diman dan Parjo juga tertidur di tendanya. Namun, mereka mengamankan jemuran kami. Syukurlah. Kompor tidak mau menyala karena tergenang air. Tenda saya dan Pika bocor. Untung saja kamera dan laptop berada di tenda kak Julian. Saya dan Pika menyuruh kak Julian keluar dari tendanya dan kami mengganti pakaian yang sudah basah di jalan. Tak lama, kami merasa kedinginan dan saling berhimpit. Tiba-tiba perut lapar, untung sekali saya punya Pika sebagai kepala dapur, ia sudah membuat puding biskuit rasa stawberry saat saya masuk ke dalam gua. Puding ini dalam keadaan aman karena disimpan di tenda kak Julian. Kami bertiga makan dan tak lupa menyimpankan bagian Diman dan Parjo. Tak lama saya pun mengantuk, kak Julian dan Pika malah nonton video lucu berdua. Saya tertidur di kakinya kak Julian.
Pika bersama puding biskuit rasa strawberry

             Hujan pun redah dan Pika membangunkan saya. Kini waktunya kami membereskan alat-alat dapur yang tergenang air. Pika memutuskan masak makan malam ini dari dalam tenda saja. Sebelum makan malam, kami minum tolak angin hangat agar tidak masuk angin. Malam perpisahan hari ini ditutup dengan mie instan, ikan kering dan nasi panas. Tak lupa masih ada pesta puding. Hahaha.


Dapur dalam tenda malam ini
            Kloter tiga ini satu-satunya kloter yang salah seorang anggotanya sangat tidak ingin masuk ke dalam gua. Makhluk bernama Pika ini dari awal sudah membuat perjanjian agar siap membantu saya dalam bentuk apapun selama penelitian asalkan tidak disuruh masuk ke dalam gua. Hahahaha. Entah mengapa anak ini takut sekali masuk dalam gua. Akhirnya pengambilan data malam hanya saya lakukan bersama Diman dan Parjo saja. Seperti biasa, kak Julian dan Pika lebih suka berdua mengurus isi perut di dapur. Hahahaha.

           Selesai mengambil data, saya baru ingat bahwa besok ialah hari terakhir bersama kloter tiga ini dan saya belum sedikitpun menghubungi kloter empat. Saat mandi di sungai tadi, saya tak sempat menelpon karena kami bergegas pulang saat hujan akan turun. Sore hari saya mengurungkan niat pergi ke Desa Manyampa untuk menelpon karena hujan yang begitu deras. Mau tidak mau, malam ini saya harus turun ke desa terakhir mencari jaringan telepon.  Kak Julian memutuskan utuk menemani saya pergi menelpon. Baru saja keluar gua, saya harus langsung berjalan lagi dan sudah malam pula. Ahhh, ini sangaaaaaaat melelahkan. Tapi apa boleh buat kaki harus melangkah.

            Di tengah perjalanan, kak Julian menyuruh saya langsung mengaktifkan Hp agar saya bisa mengecek siapa tau ada jaringan yang tiba-tiba muncul. Betul sekali feeling nya, setelah berjalan cukup jauh saya pun mendapat jaringan telpon. Tetapi tempatnya kurang strategis, sebelah kiri dari tempat kami berpijak ialah jurang. Saya takut sekali berada di tempat ini, salah sedikit kami bisa jatuh dan tidak akan kembali ke camp.

            Saya menelpon Kikoy, salah seorang anggota kloter empat. Lama sekali baru panggilannya dijawab. Tak taukah Kikoy bahwa saya sedang berada di tengah hutan dekat jurang demi sebuah panggilan ini ? Mungkin saja Kikoy sudah tidur. Kala itu memang sudah hampir pukul 23.00 Wita. “Ayolahhh angkat teleponnya,” ujarku beru;ang-berulang di dalam hati.

            Akhirnya usaha ini berbuah manis, Kikoy menjawab panggilan. Saya mengucapkan selamat ulang tahun dulu padanya karena memang hari ini ia bertambah usia. Sayang sekali, ia tak bisa datang menemani saya di lapangan. Katanya ia tiba-tiba sakit perut hebat akibat datang bulan. Yah, sebagai perempuan saya mengerti bagaimana perasaan sakit perut itu. Saya pun memakluminya.

            Lalu, saya menelpon Kak Agung. Sama seperti Kikoy, kak Agung juga lama baru menjawab panggilan telepon ini. Saat mengangkat telponnya, kak Agung berjanji akan datang. Syukurlah. Tetapi, ia tak tau jam berapa baru bisa sampai di lokasi  penelitian. Soalnya, ia harus pergi mencari dana dulu bersama teman-teman Organdanya. Saya meminta kak Agung mengajak temannya untuk datang bersama karena Kikoy tak bisa menemani di lapangan. Tak lupa, saya memintanya untuk datang sebelum malam hari. Sesungguhnya saya takut jika harus berteman dingin di tengah hutan hanya seorang diri.

           Setelah perencanaan untuk kloter empat selesai, saya kembali ke lokasi camp bersama kak Julian. Hari ini begitu melelahkan sehingga saya cepat sekali masuk dalam dunia mimpi.



TO BE CONTINUE

0 comments:

Post a Comment