Meine

My life, My adventure, My story..

Pages

Cerita Penelitian : Menemukanmu dalam Gelap [Part 1]

Gua 

Apa yang kamu rasakan dalam kegelapan?
Rasa takut? Rasa senang? Rasa sedih?

           Menjadi seorang mahasiswa Fakultas Kehutanan membuat saya harus terbiasa berteman dengan kegelapan. Di hutan, penerangan tidak semaksimal di kota yah. Apalagi, saya harus berada selama 14 hari untuk mengambil data penelitian. Penelitian ini membuat saya pindah tempat tinggal sementara di depan mulut gua yang dikelilingi hutan. Kurang gelap apa lagi saya? Masuk hutan dan masuk gua. Hmmmmm.

           Masuk hutan kali ini jauh dari bayangan indah saya. Penelitian soal karakteristik gua yang menjadi sarang kelelawar dan jumlah populasi kelelawar yang ada di dalam gua, membuat saya berpikir bisa melakukan semuanya dalam tiga hari saja. Di hutan selama tiga hari, hmmmmmm itu bukan sebuah masalah yang besar.

            Berbekal perencanaan yang matang hanya di pikiran, saya pun menghadap ke dosen pembimbing. Saya hendak meminta restu pergi mengambil data di lapangan juga meminjam beberapa alat penelitian yang ia miliki. Sayangnya, setelah mendengar perencanaan kegiatan penelitian saya, ia malah geleng-geleng kepala. Tanpa diberi aba-aba, perasaan saya pun jadi tidak enak.
           
            Setelah saya berhenti berceloteh, ia mulai menanggapi. “Cuma tiga hari di lapangan? Mau pergi penelitian atau tamasya keluarga?” katanya saat itu yang nyelekit di hati juga pikiran. Tidak berhenti di situ arahan darinya, disambung lagi dengan ketidakrestuannya jika saya hanya tiga hari mengambil data di lokasi penelitian. “Jangan kamu bawa ke saya data pengamatanmu selama tiga hari itu. Saya tidak terima. Lagian, apa juga yang bisa dituliskan dan dianalisis dari data tiga hari di lapangan?” ujarnya panjang dengan nada yang tinggi.
           
            Saya yang sejatinya mahasiswa tidak mau dikalah pun menjelaskan sedikit “Iya bu, saya bisa melakukan semuanya dalam waktu tiga hari. Hari pertama digunakan untuk mengambil data pemetaan gua sesuai metode di penelitian ini. Setelahnya, dipasang alat untuk pengamatan kondisi suhu dan kelembaban di dalam dan luar gua. Alat ini kan merekam ji’ bu jadi tidak perlu dicek terus menerus. Hari ketiga tangkap kelelawarnya baru diawetkan, nanti diidentifikasi di lab. Perhitungan populasi kelelawar pun bisa dilakukan selama tiga hari saja bu dengan tiga kali pengulangan,” ujarku enteng sekali. “Tidak. Kamu harus 2 minggu di lapangan. Kurang dari itu, kamu olah saja sendiri datamu. Cari dosen yang mau bimbing kamu dengan data yang minim,” katanya menutup perbincangan. 

            Rasanya saya gagal jadi mahasiswa yang tidak mau dikalah. Kali ini, saya kalah telak. Ahhh… Payah. Benak saya pun dipenuhi tanda tanya. “Siapa yang bersedia menemani selama 14 hari di lapangan? Hayooo…. Siapa ya Tuhan?” pertanyaan-pertanyaan ini tanpa jeda berputar-putar di kepala.

            Keadaan pusing sendiri seperti ini bukan pertama kalinya saya alami. Dari awal memilih judul penelitian, sudah banyak burung-burung kecil berputar di kepala. Terkadang saya merasa menyesal kenapa harus pilih penelitian kelelawar gua. Penelitian ini belum pernah dilakukan oleh mahasiswa Unhas dan tidak ada ahli kelelawar di kampus. Tetapi di lain waktu saya malah semangat mengerjakan penelitian yang banyak tantangannya ini. Penelitian ini sungguh membuat saya campur aduk.
            Tetapi, saya merasa Tuhan benar-benar merestui penelitian kelelawar gua ini. Saat sedang pusing sendiri mencari literatur mengenai kelelawar gua yang berada di kawasan Karst Maros Pangkep, Tuhan menghadirkan buku hasil penelitian dari LIPI tahun 2012. Buku ini milik senior saya di Pandu Alam Lingkungan (P.A.L) Unhas, kak Sianghati. Setelah membaca, bukannya makin paham malah pertanyaan saya tambah banyak. Saya melihat nama seorang peneliti kelelawar gua LIPI, mas Sigit Wiantoro. Saya pun berkata kepada kak Julian, teman yang menemani mengerjakan proposal penelitian di Perpustakan Pusat Unhas saat itu, “Kak, saya harus ketemu sama Sigit Wiantoro ini. Entah bagaimana caranya. Dia kunci penelitian saya.” ucapku saat itu sambil menunjuk foto kelelawar gua yang diambil oleh Sigit Wiantoro di buku “Fauna Karst Maros Pangkep”.

            Saya lalu berusaha mencari kontak sang peneliti kelelawar gua, dimulai dari stalking sosmed dan bertanya pada beberapa orang seperti kawan-kawan yang sering ikut kegiatan lingkungan dan senior yang bekerja di LSM lingkungan. Singkat cerita, usaha ini berhasil. Kontak Whatsapp Mas Sigit Wiantoro dikirimkan Tuhan kepada saya lewat bantuan dari teman-teman yang hebat. Diskusi penelitian kelelawar gua pun berjalan melalui surat elektronik (email). Sekarang, penelitian saya punya jalan yang cerah.

            Mengingat perjuangan saya menemukan kontak Mas Sigit Wiantoro yang disertai oleh Tuhan, saya pun yakin bisa menemukan teman selama mengambil data penelitian. Lalu bagaimana cara menemukannya?

            Dalam menjalani hidup ini, saya terbiasa berbagi cerita kepusingan yang dialami kepada orang-orang terdekat. Kala itu, sahabat saya Kikoy, beberapa keluarga kecil identitas Unhas juga teman saya kak Julian menjadi tempat sampah kegelisahan ini. Solusi akhirnya ditemukan. Teman penelitian selama dua minggu ini akan dibagi menjadi beberapa kloter (hahahhaha, seolah-olah jamaah haji-_-). Hal ini mempertimbangkan tidak mungkin ada orang yang begitu kosong aktivitasnya dan rela bersama saya selama 14 hari di lapangan.


            Pembagian jadwal untuk setiap kloter teman penelitian pun sudah siap. Saya langsung menghubungi kawan-kawan yang berpotensi menemani saya di lapangan via Whatsapp. Tanpa dijelaskan panjang kali lebar kali tinggi, dengan penuh sukacita mereka me-list namanya masing-masing. 



Penggalan catatan teman penelitian yang tersimpan di Evernote HP



            Tidak butuh waktu yang lama, tiga hari sebelum berangkat ke lokasi penelitian yang terletak di Gua Mara Kallang, Kecamatan Balocci, Kabupaten Pangkep, teman-teman sudah meyakinkan bahwa akan datang menemani saya di lapangan. Namun, namanya rencana perlu ada taktik khusus saat apa yang direncanakan tidak berjalan dengan lancar. Saat hendak berangkat ke lapangan, ternyata barang bawaan saya sangat banyak dan kami yang hanya empat orang (saya, kak Leny, Baso dan kak Wiki) tidak sanggup membawanya. Kami butuh bantuan orang untuk mengangkut barang ke lokasi penelitian.

            Saat itu hari Senin, aktivitas perkuliahan di kampus sedang berjalan. Oh my God, what must i do ? Saya pun hilir mudik ke sana ke mari masuk keluar basecamp P.A.L mencari siapa tau ada orang yang tidak memiliki jadwal kuliah pada hari itu. Dewi Fortuna memang bersama saya, ada satu orang yang saya temukan, Antoks. Tugas selanjutnya, mencari siapa yang akan membonceng Antoks menuju lokasi. 

          Teman-teman di P.A.L sudah tidak ada lagi yang bisa menolong, saya pun menghubungi semua orang yang ada di identitas. Pilihan ini sangat saya ragukan karena saya tau kesibukan kuliah, wawancara, tulis berita yang tidak pernah lepas dalam kehidupan seorang anak identitas. Susah bagi mereka merelakan waktunya pergi menemani saya. Syukurnya, saya menemukan Aim di identitas yang bersedia menolong. 

Finally…. Welcome to the jungle. Yeaaaaaah…………


TO BE CONTINUE

0 comments:

Post a Comment