Meine

My life, My adventure, My story..

Pages

Cerita Penelitian : Menemukanmu dalam Gelap [Part 8]


HARI BERSAMA KLOTER TUJUH

(Kloter tujuh : kak Dara, St dan Edwin)

Sabtu, 18 November 2017

            Hari ini saya akan kembali menangkap 2 jenis kelelawar yang bersarang di Gua Mara Kallang. Saya ditemani oleh Edwin, saudara di P.A.L, kak Dara dan St. Oh iya, kak Agung dan Yusuf teman juga berencana menyusul untuk menemani di lokasi penelitian. Mereka tak bisa berangkat bersama karena ada beberapa kegiatan yang harus dikerjakan sebelumnya.

            Tepat pukul 11.00 Wita, kami (saya, St dan Edwin) berangkat dari basecamp P.A.L menuju lokasi penelitian. Namun sebelumnya, kami singgah dulu di Maros untuk menjemput kak Dara yang juga ingin ikut bersama. Perjalanan ini direncanakan hanya 2 hari 1 malam saja karena data yang diambil sudah tidak banyak.

            Setelah menempuh kurang lebih dua jam perjalanan, kami sampai di rumah pak RT. Ahh, akhirnya saya kembali lagi. Kangen sekali sama warga desa ini yang begitu baik hatinya. Tak lama, pak RT pun menyambut dan kami bercerita sejenak. Seketika itu, langit langsung gelap dan hujan turun. Hmmm…

            Saya segera menghubungi kak Agung dan Yusuf untuk memastikan apakah mereka jadi menyusul ke Gua Mara Kallang atau tidak. Hmm, kak Agung mengatakan dirinya berusaha datang jika rapat organisasinya cepat selesai. Sedangkan Yusuf juga tidak bisa memastikan dirinya datang karena akan pergi acara pernikahan bersama Ibunya.

            Mendengar kabar ini, kami langsung tracking menuju Gua Mara Kallang dalam kondisi diguyur hujan. Syukurnya semua mahasiswa Kehutanan jadi jalan saat hujan bukan sebuah masalah yang besar. Saya mengambil beberapa alat penelitian yang dititipkan di rumah pak RT lalu berpamitan hendak melanjutkan perjalanan.

            Satu setengah jam saja waktu yang dihabiskan untuk berjalan. Walau berjalan dalam waktu yang normal, kami tetap saja ngos-ngosan. Kaki yang makin lelah menanjak dan hujan yang membuat bawaan makin berat mewarnai suka duka perjalanan kloter tujuh ini.

            Lelah berjalan, finally sampai di lokasi camp. Saya segera membongkar carrier dan memisahkan bahan makanan, perlengkapan camp dan peralatan penelitian. St juga membongkar carriernya yang berisi tenda. Beberapa jam kemudian, tenda sudah siap dan masakan pun sudah terhidang.

            Seperti biasanya, saya tetap membawa bekal racikan mama dari rumah. Jadi di lapangan hanya masak nasi saja. Kali ini, kami memakai cara memasak nasi yang diproklamirkan oleh kak Agung. Katanya, cara ini ajaran dari Prof Oka, dosen saya di kampus. Jadi seperti biasa beras dicuci dan diletakkan pada nesting. Namun, beras harus direndam dulu hingga 15 menit lah. Kemudian dimasak deh. Oh iya, katanya lagi masak nasi dengan cara seperti ini lebih nikmat loh…. Tapi menurut saya, sama saja sih, sama-sama rasa nasi. Ahahahhaha.

            Meskipun tenda sudah selesai terpasang, namun flysheet belum ada. Saat itu, St dan Edwin masih berpikir bagaimana bentuk flysheet yang bagus jika dipasang. Lama sekali mereka berpikir, akhirnya flysheet terpasang. Yeahh… Namun, flysheetnya miring. Hahahhaa. Saya dan kak Dara setengah mati mengomentari bentuk camp yang jadi aneh ini. Tetapi, saya mengusulkan untuk makan dulu, setelahnya baru diperbaiki. Soalnya saya dan kak Dara sudah satu jam menunggu waktu makan dengan perut yang keroncongan.

            Mendengar nada-nada meremehkan dari kami (saya dan kak Dara) membuat para lelaki dengan sigapnya membongkar flysheet dan memasangnya kembali. Mereka mengukur baik-baik, secuil demi secuil agar dua tenda bisa tertutup oleh flysheet ini. Tiga kali bongkar pasang flysheet, akhirnya kami makan. Saya sudah bosan berkomentar, cacing di perut menginstruksikan mulut untuk diam saja agar waktu makan segera tiba.

            Sehabis makan kami beristirahat dulu, hingga pukul 17.00 Wita. Saya sudah mengatur rencana untuk memasang trap pada jam istrahat berakhir. Segera saya dan Edwin menuju mulut gua. Satu jam dari sekarang itu waktunya kelelawar keluar dari gua untuk mencari makan, jadi kami harus sigap melepaskan perangkap.

            Saat itu, kami kelewatan waktu. Saling bercerita dan bercanda membuat kami larut dan waktu sudah menujukkan pukul 18.10 Wita. Saya segera menyuruh St dan Edwin membuka trap sambil persiapan pembiusan kelelawar dilakukan bersama kak Dara. Namun, apa daya usaha kami kala cepat oleh ular yang ternyata sudah nongkrong di depan mulut Gua Mara Kallang.

            Kehadiran ular hanya dilihat oleh St dan Edwin begitu fokus membuka trap. Melihat ular yang sewakktu-waktu bisa mematok tangan Edwin, St pun berkata “Edwin, pelan-pelan buka perangkapnya. Jangan ko panik karena ada ular di atas. Kalau kaget itu ular, langsung ko na gigit,” Mendengar kata ular, Edwin langsung meluncur tanpa mempedulikan jalur menuju mulut gua yang curam. Dalam satu kali lompatan, Edwin sudah mendarat di samping camp.

            Melihat atraksi dari Edwin, saya dan kak Dara hanya tertawa sambil bertanya-tanya apa yang terjadi. Muka Edwin jadi pucat sekali. Ia tak peduli lecet di kaki, tangan dan belakangnya karena atraksi itu. St pun segera mengklarifikasi “Wee… Ini Edwin toh anak-anak, disuruh pelan-pelan buka jaring. Ehhh pi panik baru langsung lompat,” katanya. Edwin langsung membalas dengan minta ampun “Minta maaf ka ini kak Frans, kalau bukan ada ular. Saya ambilkan ki kelelawar di atas. Tapi, tidak bisa ka ini. Tidak bisa ka ini ada ular kak. Baru dekat mi sama tanganku. Hampir ka mati ini kak,” ujarnya cepat sekali.

            Dengan berat hati, kelelawar yang sudah masuk dalam perangkap banyak yang keluar. Yah… Gagal deh tangkap kelelawar. Hiks. Lagi-lagi, ular. Hmmm… Ular memang gercap yah untuk memangsa. Lengah sedikit, kita kalah. Hiks.

            Akhirnya St memberi ide untuk menunggu ular berpindah dari mulut gua dan kami melepas jaring yang terpasang. Namun, saya mengatakan bahwa sebelumnya saya pernah menunggu ular pindah dari mulut gua dan hingga pukul 01.00 dini hari, ia masih betah saja ada di situ. Otak langsung berputar cepat mencari ide, bagaimana cara membuat ular pergi dari mulut gua.

            St pun mengambil gelas yang diisi alkohol dan diberi garam. Ia mengajak Edwin kembali ke mulut gua untuk menyiram larutan alkohol itu di sekitar jaring agar ular pergi menjauh. Ajakan ini jelas tidak diterima Edwin yang masih trauma mendalam. Saya menemani St dan kak Dara yang menunggu mengarahkan apakah posisi kami aman dari ular.

            Ide ini ternyata tak mampan mengusir ular, malahan dua kelelawar yang terperangkap di jaring mulai pusing mencium bau alkohol. Menunggu begitu lama akhirnya St memutuskan untuk membuka jaring di malam hari walaupun matanya rabun. Ia hanya minta diberi penyinaran yang banyak saat hendak menarik jaring yang terikat pada bebatuan karst.

            Aksi ini akhirnya berhasil. Yeaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah…… Finally. Namun, dari 2 individu kelelawar yang didapatkan, Hanya 1 individu saja yang saya awetkan. Soalnya individu lainnya sebelumnya sudah saya temukan. Ahhh, dimana kelelawar yang 1 lagi yah? Hmmmm…..

            Perjuangan menangkap kelelawar yang begitu panjang, membuat kami semua kelaparan. Malam yang dingin ini, kami menghangatkan diri dengan mie instant. Yeyeyeye. Selesai makan, saya menyuruh Edwin untuk memeriksa belakangnya, jangan-jangan ada luka. Saya memberi minyak gosok untuk dia oleskan pada luka di kaki dan tangannya.

            Malam ini di akhiri dengan cerita “Apa yang harus kita lakukan jika Edwin dipatok ular?” Ahahahaha. Semua orang mengarang cerita. Akankah kita segera menggendong Edwin turun ke Desa Manyampa di malam hari ? Ataukah menelpon teman-teman di P.A.L minta tolong untuk merescue Edwin ? Cara tercepat memberhentikan bisa ular ialah mengeluarkan darah dengan cari digores, relakah Edwin tangannya tergores-gores? Ataukah jika pertolongan terlambat dan seluruh badan Edwin terserang bisa ular, akankah nama Almarhum dituliskan pada ucapan terima kasih skripsi saya? Semuanya hanya khayalan yang dipenuhi canda dan tawa. Terima kasih Edwin, jasamu dan atraksi terjunmu tak bisa ku lupakan. You’re amazing bro…. :D :D ;)

            Sesi cerita selesai, saya jadi orang yang pertama pamit untuk tidur. Nampaknya, menertawakan Edwin ini menguras banyak energi. Haha. Oh iya, kali ini karena ada dua tenda dan flysheet yang tidak bisa menutupi seluruh bagian tenda akhirnya barang-barang juga disimpan di dalam tenda. Takutnya, saat tidur nanti hujan turun dan semua barang-barang jadi basah. Edwin, sang pahlawan yang hampir dipatok ular pun tidur bersama barang. Sedangkan saya, kak Dara dan St tidur dalam satu tenda.


Minggu, 19 November 2017

            Hari ini saya bangun pukul 07.20 Wita. Yah, seandainya saja hari ini masih mengambil data dalam gua, pasti sudah terlambat. Tapi, karena tau bahwa kegiatan hari ini sudah tak ada lagi, maka saya sengaja tidur lama. Ternyata meskipun bangun  terlambat, saya tetaplah orang yang lebih dulu sadar dibanding kawan yang lainnya.

            Saya segera memasak air dan membuat teh. Tak lama, kak Dara, St dan Edwin pun bangun, kami segera sarapan dengan kue. Lalu, makan nasi bersama mie instan lagi. Setelahnya kami bersiap masuk ke dalam gua. Saya ingin mengambil data rekaman suhu dulu sekalian juga teman-teman ingin foto dalam gua. Oh iya, alat pengukur suhu ini menggunakan ibutton jadi alat ini disetel untuk merekam suhu setiap satu jam selama masa penelitian. Namun, di setiap saat ingin pulang saya harus mengambil data rekaman ini sebagai backup.              

            Pukul 10.00 Wita kami sepakat untuk masuk gua bersama. Jumlah personil kloter tujuh yang ada 4 orang ini membuat coverall tidak cukup. Akhirnya, St memutuskan diri untuk menggunakan raincoat saja masuk ke dalam gua dan celana panjang. Sehingga badannya terlindungi dari kemungkinan lecet. Kali ini, saya membawa laptop masuk, soalnya data suhu harus direkam di dalam laptop. Benda yang menjadi nyawa skripsi saya ini dipacking sebaik mungkin di dalam drybag sehingga tak ada kemungkinan basah terkena air.

            Di dalam gua, ternyata baterai headlamp kami sudah melemah karena kemarin lama sekali digunakan untuk penerangan saat berkisruh dengan ular dan menunggu jaring kelelawar dilepaskan. Terpaksa kami jalan dengan begitu pelan dan saling menunggu satu sama lainnya. Hal ini dilakukan agar teman yang memakai headlamp yang sudah tidak terang cahayanya tidak terjatuh di dalam gua ataupun tertumbuk ornamen gua.

            Sekitar dua jam di dalam gua, pengambilan data suhu sudah selesai. Kami berfoto dulu sebelum ke luar gua. Hari terakhir bersama kloter ketujuh ini harus diabadikan sebaik mungkin.


Foto bersama kloter tujuh;
kak Dara (helm oranye), Edwin (coverall merah), St (raincoat biru)

            Keluar dari gua, kami segera beres-beres untuk pulang ke Makassar. Perjalanan yang masih menyisakan satu jenis kelelawar yang belum tertangkap ini mebuat saya harus kembali lagi minggu depan di Gua Mara Kallang. Sebagian peralatan pun kembali dititipkan di rumah pak RT. Kami pulang dengan penuh sukacita dan riang gembira J Terima kasih kawan-kawancuuuu….



Cerita lain!

            Lagi-lagi kegundahan mencari teman penelitian masih saya alami. Belum  mendapatkan 1 jenis kelelawar membuat saya harus come back again to Gua Mara Kallang. Siapa lagi yah yang mau menemani ke lapangan ? Teman-teman di P.A.L sudah tidak ada lagi yang bisa karena hari Sabtu dan Minggu depan ialah jadwal praktikum lapangan. Selain itu, teman-teman identitas Unhas juga tidak bisa menemani, ada kegiatan rekreasi di Puntondo, Takalar. Teman lab KSDHE juga demikian. Hmmmm, siapa lagi yah?
           
            Saya menghubungi semua teman yang berpotensi ikut menemani. Tak mendapatkan teman membuat kak Julian merelakan dirinya ikut bersama saya. Namun, kami harus mencari orang lagi. Beberapa teman gereja dan teman KKN saya hubungi, namun ternyata tak bisa ikut bergabung juga. Bahkan, saya sampai menyuruh kak Julian mencari temannya saja yang bisa diajak ikut bergabung. Kami menghubungi banyak sekali orang.
           
            Hingga akhirnya kegalauan ini menemukan seberkas cahaya terang. Yusuf, yang beberapa kali berjanji menemani mengambil data di lapangan tiba-tiba mengirim pesan WA yang berkata ia bisa bergabung dengan saya di lapangan, hanya saja berangkatnya harus hari Senin dan Selasa karena ada praktek lapangan juga yang harus diikutinya di akhir pekan.

            Rencana pun dimatangkan, kami kloter delapan akan berangkat di hari Senin dan Selasa. Saya menyuruh Yusuf mengajak temannya agar kami berempat di lapangan dan tidak sepi. 


TO BE CONTINUE

0 comments:

Post a Comment