Meine

My life, My adventure, My story..

Pages

Cerita Penelitian : Menemukanmu dalam Gelap [Part 6]


HARI BERSAMA KLOTER LIMA
(Kloter lima : kak Julian dan Ica)

WELCOME kloter lima

Rabu, 8 November 2017

            Keesokan harinya, kak Julian datang bersama Ica sekitar pukul 11.00 Wita. Pas setelah saya dan Kak Agung selesai mengambil data kelembaban di dalam gua. Ahh, makan siang kami akhirnya santapan dari rumah saya. Hmmmm…. Enak, enak. Selamat tinggal mie instan. Hahaha.

            Ica dan kak Julian itu teman KKN saya. Kami bersama-sama mengabdi di Desa Dulumai, Poso, Sulawesi Tengah jadi kloter lima kali ini dipenuhi nostalgia masa-masa KKN.

            Sehabis makan, kami kembali masuk gua untuk mengambil foto kelelawar. Kak Julian dan Ica membawa banyak baterai. Sebenarnya saya lupa berpesan untuk bawa baterai pada kloter lima ini, namun saya menceritakan pada kak Julian mengenai kisah menunggu Yusuf yang diharapkan datang membawa baterai. Akhirnya, kak Julian pun datang dengan membawa baterai dan kami cuss susur gua.

            Dari semua kloter, Ica ialah perempuan pertama yang bersedia menemani saya masuk mengambil data. Ica memang tergabung sebagai anggota UKM SAR Unhas jadi ia sudah biasa berada di lapangan. Apalagi dia mahasiswa Jurusan Arkeologi, jadi gua bukan sesuatu yang asing baginya. Masuk gua berempat, membuat kami kekurangan coverall. Saya hanya membawa tiga coverall dan kami semua ingin masuk gua. Akhirnya, kak Julian mengalah tidak memakai baju khusus susur gua itu. Dia hanya memakai baju kaos dan celana pendek serta sendal jepit. Tapi, saya memberinya helm untuk masuk dalam gua, soalnya dia sudah trauma kepalanya pernah tertumbuk stalaktit. 


            Dalam pemotretan kelelawar kali ini, kak Agung yang sudah khatam dalam pengaturan kamera mewariskan ilmunya pada kak Julian yang akan menjadi fotografer kelelawar saya selama tiga hari ke depan.


Tim masuk gua yakni Ica (helm kuning), kak Agung (helm merah), kak Julian (tidak pakai helm dan coverall)
            Keluar dari gua, saya mengajak kloter lima serta kak Agung untuk mandi di sungai. Sudah banyak pakaian kotor yang belum dicuci. Selain itu, coverall yang selalu digunakan selama di gua sangat kotor sekali dan penuh lumpur jadi butuh dicuci juga. Kami segera on the way sungai dengan menobatkan kak Julian sebagai penunjuk jalan.

            Lagi-lagi saya mengulang ritual di sungai, cuci pakaian lalu mandi. Namun, kali ini kak Julian dan kak Agung dibiarkan mandi lebih dulu. Setelah mereka mandi, barulah saya dan Ica bergegas bersih-bersih badan. Hal ini dilakukan karena Ica tidak terbiasa mandi dengan busana yang lengkap.

            Setelah mandi, kak Julian dan kak Agung mengungsi jauh sekali dari sungai. Kami bersiap menghajar mereka jika mengintip. Mereka setuju saja dan kami percaya. Namun, tak jarang mereka usil dan berteriak-teriak “Ihh… Kelihatan ki pakaian dalammu anak-anak,” serunya bersamaan. Padahal saat itu, kami masih menggunakan pakaian yang lengkap. Hahaha. Keisengan ini gampang dipatahkan.

            Kembali ke camp, saya segera menjemur semua cucian. Sekarang waktunya berpisah dengan kak Agung, kloter empat yang menemani selama empat hari. Ahh… Saya jadi rindu menghabiskan hari dengan bercerita bersamanya.

            Hari ini dilanjutkan dengan kebanyakan nonton FTV yang ada Hp Ica serta bercerita pengalaman KKN. Di malam hari, kami makan bersama, masuk gua dan kembali nonton FTV bersama hingga tertidur. Oh iya, kami menggunakan satu tenda untuk tidur. Hahahahahha. Dari KKN memang kami sering tidur bersama karena sudah menganggap seperti saudara sendiri.

Kamis, 9 November 2017

            Pagi hari saya terbangun dalam kondisi sudah ada sarapan lagi. Yeaaaah….. Seperti yang sudah saya ceritakan di awal, keberadaan kak Julian di camp itu selalu lengkap berdampingan dengan sarapan yang nikmat dan tepat di pagi hari. Setelah sarapan, kami bertiga cuss masuk gua. Namun, sebelumnya sudah ada nasi dan telur yang dimasak sebagai santapan di siang hari. Sehingga setelah selesai mengambil data dalam gua, kami bisa langsung makan.

            Kami bergegas mengambil perlengkapan yang digunakan untuk mengambil data. Kali ini, waktu hampir tiga jam dihabiskan di dalam gua karena ingin mengambil foto kelelawar. Setelahnya dengan perut yang sudah keroncongan, kami begitu bersemangat untuk kembali ke camp untuk makan siang.

            Sesampainya di camp, Ica bingung dimana menaruh makanan yang telah dimasak. Memang untuk makan siang ini, dia telah memasak dengan sepenuh hati. Ica pun heran kenapa piring yang berisi telur tidak ada di tempatnya dan nasi yang berada di nesting malah berhamburan. Melihat kejadian ini, saya pun memperhatikan sekitar camp dan menemukan piring telur itu. Astagaaaa, kami kecurian makanan. Anjing menyatap makan siang kami….. Lagi-lagi ini menjadi pelajaran, agar makanan yang telah masak disimpan di dalam tenda agar aman dari segala jenis hewan.

            Dengan penuh kesabaran, akhirnya Ica dan kak Julian kembali meracik makan siang. Seperti biasanya saya hanya mendapat tugas membereskan peralatan. Setelahnya kami melalui hari dengan menonton FTV bersama. Menonton FTV menjadi rutinitas baru hingga waktu pengambilan data di malam hari tiba. Setelahnya, kami menutup hari dengan tidur.

Jumat, 10 November 2017

            Hari berganti lagi, mentari pagi menyambut kami yang masih tertidur di tenda. Kak Julian sudah bangun dan siap dengan segala santapan pagi. Ica juga sudah bangun dan membantunya. Lagi-lagi, saya jadi orang yang setelah bangun langsung makan. Hahaha.

            Sehabis santap bersama, kami langsung cuss masuk ke dalam gua untuk memotret kelelawar dan mengambil data kelembaban. Dalam pemotretan kali ini, kami kesusahan dalam memotret kelelawar dari famili Hipposideridae karena perilakunya yang sangat peka terhadap cahaya dan keberadaan peneliti di dalam gua. Berulang kali kami mencoba dan bersabar, hingga saya dan kak Julian beradu pendapat di dalam gua. Ica yang menjadi penengah hanya menenangkan saya untuk tidak berkelahi di dalam gua.

            Saat itu, kak Julian mengusulkan dihitung secara manual jumlah individu dari kelelawar hidung babi ini. Namun saya tetap ngotot untuk mendapat fotonya sebagai pembuktian bahwa kelelawar dari famili Hipposideridae ini juga memiliki sarang di Gua Mara Kallang. Susahnya mendapat foto kelelawar ini membuat kami bertengkar karena tetap kokoh mempertahankan argumen masing-masing. Akhirnya kami lanjut mengambil foto kelelawar jenis lainnya dan melewatkan kelelawar hidung babi ini.

            Setelah mendapatkan data yang diinginkan, kami segera kembali ke camp. Namun, sebelum keluar dari gua, kak Julian mengajak saya untuk foto bersama. Dalam keadaan yang masih marah, saya hanya diam dan terus berjalan seolah tak mendengar perkatannya. Saya sudah meraih webbing untuk manjat menuju mulut gua, namun kak Julian menarik tangan saya dan mengulangi ajakannya tepat di telinga. Melihat mukanya yang memohon, saya pun luluh dan tertawa. “Ahhhhh jahat. Saya bombe ko kau nah. Tidak ko bantuka foto kelelawar. Mau ka pergi saja,” ujarku sambil buang muka. Dia hanya menanggapi dengan pernyataan tidak perlu marah-marah. Akhirnya setelah dibujuk saya pun ikut foto bersamanya.

Foto bersama kak Julian
            Setelah puas foto bersama, kami bertiga pun keluar dari gua dengan hati yang damai dan tentram tanpa menyisahkan sedikit kecewa ataupun marah. Kak Julian memang pandai membuat saya marah tapi lebih pandai lagi meredahkan amarah itu. Terima kasih kakak, Ahahahahah. 


            Pengambilan data di gua hari ini sangat melelahkan. Kami hampir empat jam menghabiskan waktu di dalam gua hanya untuk menunggu foto kelelawar dari famili Hipposideridae ada di sarangnya. Sampai akhir batas menunggu, kelelawar ini tak juga tenang. Akhirnya saya memutuskan untuk melakukan perhitungan langsung. Ternyata kelelawar ini hanya peka dengan sinar headlamp berwarna putih. Jika diberi sinar merah, ia tetap tenang di sarangnya dan bisa dihitung. 

            Kegiatan lainnya yang membuat kami lama berada dalam gua ialah mengabadikan momen di dalam gua, foto selfie ter-alay sejagad raya sudah dilakukan bersama. Hahahhahaaa.

            Keluar dari gua, kami makan siang bersama. Selanjutnya, saya bersama kak Julian pergi membeli beberapa kue dan bahan makanan lainnya. Persediaan telur, mie sudah hampir habis. Selain itu, saya juga ingin memberi kabar pada kedua orang tua dan teman kloter keenam. Untung saja Ica tidak masalah jika harus berada sendiri di camp.

            Perjalanan mencari jaringan telepon dan berbelanja bersama kak Julian berlangsung penuh cerita. Tak terasa, kami sudah sampai di rumah pak RT mengambil motor dan segera menuju kios yang berada di Desa Bantimurung. Di tempat ini, berbagai jenis barang yang saya butuhkan tersedia. Setelah berbelanja yang lumayan banyak, ibu sang pemilik kios memberi kami ubi gratis. Katanya agar bisa dimakan saat berkemah di lapangan. Ahhh, ibu hatimu sungguh mulia….. Terima kasih J

            Di tengah perjalanan pulang menuju Desa Manyampa, kami singgah menelpon teman kloter keenam. Kloter keenam ini beranggotakan saudara-saudari saya di P.A.L. Saat menelpon, ternyata ada kegiatan bersih-bersih basecamp P.A.L yang dilakukan. Jadinya, Antoks yang kala itu saya telpon menyetel Hp nya agar panggilannya dalam mode loudspeaker dan satu basecamp pun mendengarkan pembicaraan saya. Padahal saat itu, saya sedang gosip hal-hal pribadi. Aduhh…. Terbongkar deh rahasia. Hiksssssssssssssssss.

            Setelah sekian panjang cerita, akhirnya kembali ke intinya, bagaimana kesiapan teman kloter keenam datang menemani pada esok hari. Ternyata, kloter keenam ini juga bermasalah. Semua orang yang berjanji akan datang menemani memiliki praktikum lapangan di Hutan Pendidikan Unhas di hari yang sama dengan waktu menemani saya selama di lapangan. Personil kloter ini pun berganti menjadi kak Wiki, Baso dan Ila.

            Waktu menelpon yang sejam lebih hanya karena sebagian besar diisi dengan gosip dan sebentar sekali untuk menyusun personil kloter keenam membuat kak Julian marah. Ia rela menunggu di bawah terik matahari di tengah jalan hanya untuk mendengar saya cerita kosong dengan kawan-kawan di P.A.L. Ia pun beberapa kali mengisyaratkan untuk segera pulang saat saya masih menelpon. Saat telpon berakhir saya dikandatto’ ini karena menelpon lama sekali dan lebih mementingkan diri sendiri tanpa ingat Ica sendirian di camp. Ahh… saya memang salah kali ini.

            Pulang dengan membawa ubi membuat Ica bahagia. Malam ini kita akan acara perpisahan ubi bakar di antara api unggun. Uhuuuy……………… Serunya. Sesegera mungkin, Ica dan kak Julian membagi peran untuk mengupas ubi dan menggorengnya. Sisanya disisakan untuk malam hari dibakar di api unggun.


            Malam hari setelah makan, kami segera mengambil data dengan cepat karena ingin pesta api unggun bersama ubi bakar. Setelah makan ubi, sebelum tidur malam bersama kami nonton FTV lagi. Hahaha. Ica punya segudang stok FTV yang disimpan di Hpnya.


Santapan ubi bakar di acara malam perpisahan kloter lima


Ica dan kak Julian menikmati ubi bakar


TO BE CONTINUE

0 comments:

Post a Comment